Cari Blog Ini

Sabtu, 23 Februari 2013

Belajar Pembelajaran


TEORI BELAJAR

Bab I
PENDAHULUAN

1.1.      Latar Belakang
Pendidikan merupakan suatu kebutuhan primer di era globalisasi seperti sekarang. Pendidikan adalah suatu kegiatan belajar dan pembelajaran. Belajar merupakan kegiatan yang juga kita temui di kehidupan sehari-hari. Bahkan kemampuan orang untuk belajar merupakan salah satu cirri penting yang membedakan manusia dengan makhluk yang lain.dengan demikian kemampuan belajar yang dimiliki manusia ini merupakan bekal yang sangat penting. Berdasarkan kemampuan itu umat manusia telah berkembang selama berabad-abad yang lalu dan tetap terbuka kesempatan luas baginya untuk memperkaya diri dan mencapai taraf kebudayaan yang lebih tinggi (Winkel, 2005).
Belajar adalah suatu proses yang kompleks dan terjadi pada semua orang serta berlangsung seumur hidup. Karena kompleksnya masalah belajar, banyak sekali teori yang berusaha menjelaskan bagaimana proses belajar itu terjadi. Setiap teori memiliki konsep atau prinsip-prinsip sendiri tentang belajar dan mempengaruhi bentuk sumber belajar yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran.
Setiap teori belajar memiliki titik fokus yang menjadi pusat perhatian. Misalnya ada yang lebih mementingkan pada proses belajar, ada yang mementingkan pada hasil belajar, ada yang menekankan pada isi atau apa yang dipelajari, ada yang lebih mementingkan sistem informasi yang diolah dalam proses pembelajaran, dan ada yang menekankan pada pembentukan atau mengkonstruksi (membangun) pengetahuan, sikap atau keterampilan sendiri.
Mengingat kegiatan pembelajaran tidak dapat dilakukan sembarangan, tetapi harus berlandaskan pada teori-teori dan prinsip-prinsip belajar tertentu agar bisa bertindak secara tepat. Artinya teori-teori dan prinsip-prinsip belajar ini diharapkan dapat membimbing dan mengarahkan dalam merangcang dan melaksanakan kegiatan pembelajaran. Walaupun teori belajar tidak dapat diharapkan menentukan langkah demi langkah dalam kegiatan pembelajaran, namun akan dapat memberi arah prioritas dalam kegiatan pembelajaran (Dimyati & Mudjiono, 2002 : 41-42). Oleh karena itu para guru, para perancang pembelajaran, dan para pengembang program pembelajaran yang professional perlu  memilih teori belajar yang tepat untuk diterapkan dalam desain instruksional yang akan dikembangkan ( Instructional development and design).
Di dalam makalah ini akan memaparkan 5 teori belajar yang telah sering digunakan sebagai landasan teori dalam kegiatan belajar – mengajar.
1.2.   Tujuan
Penyusunan makalah bertujuan agar penulis mampu memahami :
1. Konsep Teori-teori dalam pembelajaran
2. Tokoh-tokoh yang mencetuskan teori
3. Sejarah munculnya masing-masing teori
4. Kajian umum teori belajar
5. Aplikasi teori terhadap pembelajaran.
6. Analisis perilaku terapan dalam pendidikan
7. Kelebihan dan kekurangan teori
1.3.    Teori Teori Belajar
5 Macam teori belajar :
ü  Teori belajar “Operant Conditioning”, dari B.F Skinner
ü  Teori belajar “Conditioning of Learning”,  dari Robert M. Gagne
ü  Teori Belajar “Perkembangan Kognitif”, dari Jean Piaget
ü  Teori Belajar “Social”, dari Albert Bandura
ü  Teori Belajar “Orang Dewasa”, dari Edward C.

Bab II
TEORI-TEORI BELAJAR

A.         Teori Belajar “Operant Conditioning” Menurut B.F Skinner

1.         Bentuk Teori Skinner
Banyak  teori tentang belajar yang telah berkembang mulai abad ke 19 sampai sekarang ini. Pada awal abad ke-19 teori belajar yang berkembang pesat dan memberi banyak sumbangan terhadap para ahli psikologi adalah teori belajar tingkah laku (behaviorisme) yang awal mulanya dikembangkan  oleh psikolog Rusia Ivan Pavlav (tahun 1900-an) dengan teorinya yang dikenal dengan istilah pengkondisian klasik (classical conditioning). Teori kaum behavoris lebih dikenal dengan nama teori belajar, karena seluruh perilaku manusia adalah hasil belajar. Dan kemudian teori belajar tingkah laku ini dikembangkan oleh beberapa ahli psikologi yang lain seperti Edward Thorndike, B.F Skinner dan Gestalt.
B.F. Skinner (104-1990) berkebangsaan Amerika dikenal sebagai tokoh behavioris dengan pendekatan model instruksi langsung (directed instruction) dan meyakini bahwa perilaku dikontrol melalui proses operant conditioning atau Descriptive Behaviorisme. Asas-asas kondisioning operan adalah kelanjutan dari tradisi yang didirikan oleh John Watson. Yang menyebutkan, agar psikologi bisa menjadi suatu ilmu, maka studi tingkah laku harus dijadikan fokus penelitian psikologi. Skinner menghindari kontradiksi yang ditampilkan oleh model kondisioning klasik dari Pavlov dan kondisioning instrumental dari Thorndike. Ia mengajukan suatu paradigma yang mencakup kedua jenis respon itu dan berlanjut dengan mengupas kondisi-kondisi yang bertanggung jawab atas munculnya respons atau tingkah laku operan.
Operant Conditioning atau pengkondisian operan adalah suatu proses pembelajaran atau penguatan perilaku operan (penguatan positif atau negatif) yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang kembali atau menghilang sesuai dengan keinginan. Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku. Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan memengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya memengaruhi munculnya perilaku (Slavin, 2000).
Skinner membuat eksperimen sebagai berikut: dalam laboratorium, Skinner memasukkan tikus yang telah dilaparkan dalam kotak yang disebut “Skinner box”, yang sudah dilengkapi dengan berbagai peralatan, yaitu tombol, alat memberi makanan, penampung makanan, lampu yang dapat diatur nyalanya, dan lantai yang dapat dialiri listrik.
Karena dorongan lapar (hunger drive), tikus berusaha keluar untuk mencari makanan. Selama tikus bergerak kesana-kemari untuk keluar dari box, tidak sengaja ia menekan tombol, makanan keluar. Secara terjadwal diberikan makanan secara bertahap sesuai peningkatan perilaku yang ditunjukkan si tikus, proses ini disebut shaping.
Berdasarkan berbagai percobaannya pada tikus, Menurut Skinner (J.W. Santrock, 272) unsur yang terpenting dalam belajar adalah adanya penguatan (reinforcement) dan hukuman (punishment). Penguatan (reinforcement) adalah konsekuensi yang meningkatkan probabilitas bahwa suatu perilaku akan terjadi. Sebaliknya, hukuman (punishment) adalah konsekuensi yang menurunkan probabilitas terjadinya suatu perilaku.
Menurut Skinner penguatan berarti memperkuat, penguatan dibagi menjadi dua bagian yaitu :
Ø  Penguatan positif adalah penguatan berdasarkan prinsip bahwa frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan stimulus yang mendukung (rewarding). Penguatan positif sebagai stimulus, dapat meningkatkan terjadinya pengulangan tingkah laku itu. Bentuk-bentuk penguatan positif adalah berupa hadiah (permen, kado, makanan, dll), perilaku (senyum, menganggukkan kepala untuk menyetujui, bertepuk tangan, mengacungkan jempol), atau penghargaan (nilai A, Juara 1 dsb).
Ø  Penguatan negatif, adalah penguatan berdasarkan prinsip bahwa frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan penghilangan stimulus yang merugikan (tidak menyenangkan). penguatan negatif dapat mengakibatkan perilaku berkurang atau menghilang. Bentuk-bentuk penguatan negatif antara lain: menunda/tidak memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan atau menunjukkan perilaku tidak senang (menggeleng, kening berkerut, muka kecewa dll).
Satu  cara untuk mengingat perbedaan antara penguatan positif dan penguatan negatif adalah dalam penguatan positif ada sesuatu yang ditambahkan atau diperoleh. Dalam penguatan negatif, ada sesuatu yang dikurangi atau di hilangkan. Adalah mudah mengacaukan penguatan negatif dengan hukuman. Agar istilah ini tidak rancu, ingat bahwa penguatan negatif meningkatkan probabilitas terjadinya suatu prilaku, sedangkan hukuman menurunkan probabilitas terjadinya perilaku.
Contoh dari konsep penguatan positif, negatif, dan hukuman (J.W Santrock, 274).

A.Penguatan positif
Perilaku
Murid mengajukan pertanyaan yang bagus
Konsekuensi
Guru memuji murid
Prilaku kedepan
Murid mengajukan lebih banyak pertanyaan
B.Penguatan negatif
Perilaku
Murid menyerahkan PR tidak tepat waktu
Konsekuensi
Guru menegur murid
Prilaku kedepan
Murid makin sering menyerahkan PR tepat waktu
C.Hukuman
Perilaku
Murid menyela guru
Konsekuensi
Guru menegur murid langsung
Prilaku kedepan
Murid berhenti menyela guru


Beberapa prinsip belajar Skinner antara lain:
1.      Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan, jika benar diberi penguat (motifasi).
2.      Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
3.      Materi pelajaran, digunakan sistem modul.
4.      Dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktivitas sendiri.
5.      Dalam proses pembelajaran, tidak digunakan hukuman. Namun ini lingkungan perlu diubah, untuk menghindari adanya hukuman.
6.      Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebagainya. Hadiah diberikan dengan digunakannya jadwal variable rasio reinforcer.
7.      Dalam pembelajaran, digunakan shaping.
Selain itu Eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
a.    Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
b.   Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning  itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.
2.         Aplikasi Teori Skinner Terhadap Pembelajaran
1.       Bahan yang dipelajari dianalisis sampai pada unit-unit secara organis.
2.       Hasil berlajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan dan jika benar diperkuat.
3.       Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
4.       Materi pelajaran digunakan sistem modul.
5.       Tes lebih ditekankan untuk kepentingan diagnostic.
6.       Dalam proses pembelajaran lebih dipentingkan aktivitas sendiri.
7.       Dalam proses pembelajaran tidak dikenakan hukuman.
8.       Dalam pendidikan mengutamakan mengubah lingkungan untuk mengindari pelanggaran agar tidak menghukum.
9.       Tingkah laku yang diinginkan pendidik diberi hadiah.
10.   Hadiah diberikan kadang-kadang (jika perlu)
11.   Tingkah laku yang diinginkan, dianalisis kecil-kecil, semakin meningkat mencapai tujuan.
12.   Dalam pembelajaran sebaiknya digunakan shaping.
13.   Mementingkan kebutuhan yang akan menimbulkan tingkah laku operan.
14.   Dalam belajar mengajar menggunakan teaching machine.
15.   Melaksanakan mastery learning yaitu mempelajari bahan secara tuntas menurut waktunya masing-masing karena tiap anak berbeda-beda iramanya. Sehingga naik atau tamat sekolah dalam waktu yang berbeda-beda. Tugas guru berat, mencakup administrasi yang kompleks.
3.         Kelebihan dan Kekurangan Teori Skinner
a   Kelebihan
Pada teori ini, pendidik diarahkan untuk menghargai setiap anak didiknya. hal ini ditunjukkan dengan dihilangkannya sistem hukuman. Hal itu didukung dengan adanya pembentukan lingkungan yang baik sehingga dimungkinkan akan meminimalkan terjadinya kesalahan.
b   Kekurangan
Tanpa adanya sistem hukuman akan dimungkinkan akan dapat membuat anak didik menjadi kurang mengerti tentang sebuah kedisiplinan. hal tersebuat akan menyulitkan lancarnya kegiatan belajar-mengajar. Dengan melaksanakan mastery learning, tugas guru akan menjadi semakin berat.
Beberapa Kekeliruan dalam penerapan teori Skinner adalah penggunaan hukuman sebagai salah satu cara untuk mendisiplinkan siswa. Menurut Skinner hukuman yang baik adalah anak merasakan sendiri konsekuensi dari perbuatannya. Misalnya anak perlu mengalami sendiri kesalahan dan merasakan akibat dari kesalahan. Penggunaan hukuman verbal maupun fisik seperti: kata-kata kasar, ejekan, cubitan, jeweran justru berakibat buruk pada siswa.
Selain itu kesalahan dalam reinforcement positif juga terjadi didalam situasi pendidikan seperti penggunaan rangking Juara di kelas yang mengharuskan anak menguasai semua mata pelajaran. Sebaliknya setiap anak diberi penguatan sesuai dengan kemampuan yang diperlihatkan sehingga dalam satu kelas terdapat banyak penghargaan sesuai dengan prestasi yang ditunjukkan para siswa: misalnya penghargaan di bidang bahasa, matematika, fisika, menyanyi, menari atau olahraga.



B.          Teori Belajar “Conditioning of Learning” Menurut Robert M. Gagne
1.          Bentuk Teori Gagne
Gagne adalah seorang psikolog pendidikan berkebangsaan amerika yang terkenal dengan penemuannya berupa condition of learning. Gagne pelopor dalam instruksi pembelajaran yang dipraktekkannya dalam training pilot AU Amerika. Ia kemudian mengembangkan konsep terpakai dari teori instruksionalnya untuk mendisain pelatihan berbasis komputer dan belajar berbasis multi media. Teori Gagne banyak dipakai untuk mendisain software instruksional.
Robert M. Gagne dalam bukunya : The Conditioning of Learning mengemukakan bahwa “Learning is a change in human disposition or capacity, which persists over a period time and which is not simply ascribable to process of growth”. Belajar adalah perubahan yang terjadi dalam kemampuan manusia setelah belajar secara terus-menerus, bukan hanya disebabkan oleh proses pertumbuhan saja. Gagne berkeyakinan bahwa belajar dipengaruhi oleh factor dari luar diri (eksternal) dan factor dalam diri (internal) dan keduanya saling berinteraksi.
Menurut Gagne, belajar merupakan seperangkat proses yang bersifat internal bagi setiap individu sebagai hasil transformasi rangsangan yang berasal dari peristiwa eksternal di lingkungan individu yang bersangkutan (kondisi). Agar kondisi eksternal itu lebih bermakna sebaiknya diorganisasikan dalam urutan peristiwa pembelajaran (metode atau perlakuan). Selain itu, dalam usaha mengatur kondisi eksternal diperlukan berbagai rangsangan yang dapat diterima oleh panca indera, yang dikenal sebagai sumber belajar dan media (Miarso, 2004: 245).
Teori ini yang dikemukakan oleh Gagne ini didasarkan atas hasil riset tentang faktor-faktor yang kompleks pada proses belajar manusia. Penelitiannya diamksudkan untuk menemukan teori pembelajaran yang efektif. Analisanya dimulai dari identifikasi konsep hirarki belajar, yaitu urut-urutan kemampuan yang harus dikuasai oleh pembelajar (peserta didik) agar dapat mempelajari hal-hal yang lebih sulit atau lebih kompleks.
Belajar memberi kontribusi terhadap adaptasi yang diperlukan untuk mengembangkan proses yang logis, sehingga perkembangan tingkah laku (behavior) adalah hasil dari efek belajar yang kumulatif (gagne, 1968).
Gagne (1972) mendefinisikan belajar adalah mekanisme dimana seseorang menjadi anggota masyarakat yang berfungsi secara kompleks dan mampu berkompetensi. Kompetensi itu meliputi : Skill, pengetahuan, attitude (perilaku), dan nilai-nilai yang diperlukan oleh manusia. Sehingga belajar adalah hasil dalam berbagai macam tingkah laku yang selanjutnya disebut kapasitas atau outcome.
Kemampuan-kemampuan / kompetensi tersebut diperoleh peserta didik dari : (1) stimulus dan lingkungan, (2) proses kognitif.
Menurut Gagne kemampuan belajar dapat dikategorikan sebagai berikut :
1) Intellectual Skill (keterampilan Intelektual)
2) Cognitive strategi (strategi kognitif)
3) Verbal information (informasi verbal)
4) Motorik Skill (keterampilan motorik)
5) Attitude (perilaku)
1). Kemampuan skil intelektual adalah kemampuan pembelajar yang dapat menunjukkan kompetensinya sebagai anggota masyarakat seperti; menganalisa berita-berita. Membuat keseimbangan keuangan, menggunakan bahasa untuk mengungkapkan konsep, menggunakan rumus-rumus matematika. Dengan kata lain ia tahu “Knowing how”.
2). Strategi kognitif adalah kemampuan yang mengontrol manajemen belajar si pembelajar mengingat dan berpikir. Cara yang terbaik untuk mengembangkan kemampuan tersebut adalah dengan melatih pembelajar memecahkan masalah, penelitian dan menerapkan teori-teori untuk memecahkan masalah ril dilapangan. Melalui pendidikan formal diharapkan pembelajar menjadi “self learner” dan “independent tinker”.
3). Belajar informasi verbal merupakan kemampuan yang dinyatakan , seperti membuat label, menyusun fakta-fakta, dan menjelaskan. Kemampuan / unjuk kerja dari hasil belajar, seperti membuat pernyataan, penyusunan frase, atau melaporkan informasi.
4).  Skill Motorik adalah kemampuan untuk melaksanakan sesuatu dengan cepat dan tepat.
5). Attitude (perilaku) merupakan kemampuan yang mempengaruhi pilihan pembelajar (peserta didik) untuk melakukan suatu tindakan. Belajar melalui model ini diperoleh melalui pemodelan atau orang yang ditokohkan, atau orang yang diidolakan.
Untuk memperoleh dan menguasai kelima kategori dan kapabiliitas tersebut dengan sebaik-baiknya ada sejumlah kondisi yang perlu diperhatikan oleh para pendidik. Ada kondisi belajar internal, yang timbul dari memori peserta didikn sebagai hasil dari belajar sebelumnya, dan ada sejumlah kondisi eksternal ditinjau dari peserta didik. Kondisi eksternal ini bila diatur dan dikelola dengan baik merupakan usaha untuk membelajarkan. Misalnya pemanfaatan atau penggunaan berbagai media dan sumber belajar.
Pandangan Gagne tentang belajar dikelompokkan menjadi 8 tipe belajar yang dilakukan secara prosedural.
Kedelapan tipe tersebut adalah belajar dengan:
(1) Isyarat (signal),
(2) Stimulus respon,
(3) Rangkaian gerak (motor chaining),
(4) Rangkaian verbal (verbal chaining),
(5) Belajar membedakan (discrimination learning),
(6) Pembentukan konsep (concept formation),
(7)Pembentukan aturan (principle formation), dan
(8)Pemecahan macalah (problem solving) (Russefendi, 1988).

Kedelapan tipe belajar ini disusun berdasarkan pada hasil belajar yang diperoleh dan bukan proses belajar yang dilalui peserta didik untuk sampai pada hasil itu.
Empat tipe belajar pertama (No 1 S.d 4) kurang relevan untuk belajar disekolah, sedangkan empat tipe kedua (5 s.d 8) lebih menonjolkan pada belajar bidang kognitif yang memang diutamakan disekolah.
Pembelajaran menurut gagne hendaknya mampu menimbulkan peristiwa belajar dan proses kognitif. Peristiwa pembelajaran (instructional events) adalah peristiwa dengan urutan sebagai berikut :
a.       Menimbulkan minat dan memusatkan perhatian agar peserta didik siap menerima pelajaran
b.      Menyampaikan tujuan pembelajaran agar peserta didik tahu apa yang diharapkan dalam belajar itu.
c.       Mengingat kembali konsep / prinsip yang yang telah dipelajari sebelumnya yang merupakan prasyarat.
d.      Menyampaikan materi pembelajaran
e.       Memberikan bimbingan atau pedoman untuk belajar
f.       Membangkitkan timbulnya unjuk kerja (merespon) dari peserta didik
g.      Memberikan umpan balik tentang kebenaran pelaksanaan tugas (penguatan)
h.      Mengukur / mengevaluasi hasil belajar
i.        Memeperkuat retensi dan hasil belajar

Teori ini disebut dengan 9 peristiwa pembelajaran (model nine instructional events). Peristiwa ini dirancang oleh pendidik (eksternal) untuk membantu proses belajar dalam diri peserta didik (internal).
Sedang proses pembelajaran sendiri Menurut Gagne tahapan  proses pembelajaran meliputi delapan fase yaitu, (1) motivasi; (2) pemahaman;  (3) pemerolehan; (4) penyimpanan; (5) ingatan kembali;  (6) generalisasi; (7) perlakuan dan (8) umpan balik.
Dengan demikian ada beberapa prinsip pembelajaran dari teori gagne, yaitu antara lain berkaitan dengan :
Ø  Perhatian dan motifasi belajar peserta didik
Ø  Keaktifan belajar dan keterlibatan langsung/ pengalaman belajar
Ø  Pengulangan belajar
Ø  Tantangan semangat belajar
Ø  Pemberian balikan dan penguatan belajar
Ø  Adanya perbedaan individual dalam perilaku belajar, termasuk lingkungan belajar.
Selain itu teori pembelajaran gagne menekankan pada prosedur pembelajaran yang telah terbukti berhasil meningkatkan kualitas pembelajaran, yaitu :
Ø  Belajar merupakan suatu kumpulan proses yang bersifat individu, yang merubah stimulus yang dating dari lingkungan seseorang kedalam sejumlah informasi yang selanjutnya dapat menyebabkan adanya hasil belajar dalam bentuk ingatan jangka panjang. Hasil hasil belajar ini memberikan kemampuan untuk melakukan berbagai kemampuan.
Ø  Kemampuan yang merupakan hasil belajar ini dapat dikategorikan bersifat praktis dan teoritis.
Ø  Peristiwa-peristiwa didalam pembelajaran yang mempengaruhi proses belajar dapat dikelompokkan kedalam kategori umum tanpa memperhatikan hasil belajar yang diharapkan. Namun tiap-tiap hasil belajar memerlukan adanya peristiwa khusus untuk dapat terbentuk.



C.         Teori Belajar “Perkembangan Kognitif” Menurut Jean Pigeat
1.         Teori Perkembangan Kognitif

Pakar psikologi Swiss terkenal yaitu Jean Piaget (1896-1980), mengatakan bahwa anak dapat membangun secara aktif dunia kognitif mereka sendiri. Piaget yakin bahwa anak-anak menyesuaikan pemikiran mereka untuk menguasai gagasan-gagasan baru, karena informasi tambahan akan menambah pemahaman mereka terhadap dunia.
Piaget menyatakan bahwa cara berpikir anak bukan hanya kurang matang dibandingkan dengan orang dewasa karena kalah pengetahuan , tetapi juga berbeda secara kualitatif. Menurut penelitiannya juga bahwa tahap-tahap perkembangan individu atau pribadi serta perubahan umur sangat mempengaruhi kemampuan belajar individu.
Dalam pandangan Piaget, terdapat dua proses yang mendasari perkembangan dunia individu, yaitu pengorganisasian dan penyesuaian. Untuk membuat dunia kita diterima oleh pikiran, kita melakukan pengorganisasian pengalaman-pengalaman yang telah terjadi. Piaget yakin bahwa kita menyesuaikan diri dalam dua cara yaitu asimiliasi dan akomodasi.
Asimilasi terjadi ketika individu menggabungkan informasi baru ke dalam pengetahuan mereka yang sudah ada. Sedangkan akomodasi adalah terjadi ketika individu menyesuaikan diri dengan informasi baru.
Seorang anak 7 tahun dihadapkan dengan palu dan paku untuk memasang gambar di dinding. Ia mengetahui dari pengamatan bahwa palu adalah obyek yang harus dipegang dan diayunkan untuk memukul paku. Dengan mengenal kedua benda ini, ia menyesuaikan pemikirannya dengan pemikiran yang sudah ada (asimilasi). Akan tetapi karena palu terlalu berat dan ia mengayunkannya dengan keras maka paku tersebut bengkok, sehingga ia kemudian mengatur tekanan pukulannya. Penyesuaian kemampuan untuk sedikit mengubah konsep disebut akomodasi.
Teori ini memberikan banyak konsep utama dalam lapangan psikologi perkembangan dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan, yang bagi Piaget, berarti kemampuan untuk secara lebih tepat merepresentasikan dunia dan melakukan operasi logis dalam representasi konsep yang berdasar pada kenyataan. Teori ini membahas munculnya dan diperolehnya schemata—skema tentang bagaimana seseorang mempersepsi lingkungannya— dalam tahapan-tahapan perkembangan, saat seseorang memperoleh cara baru dalam merepresentasikan informasi secara mental. Teori ini digolongkan ke dalam konstruktivisme, yang berarti, tidak seperti teori nativisme (yang menggambarkan perkembangan kognitif sebagai pemunculan pengetahuan dan kemampuan bawaan), teori ini berpendapat bahwa kita membangun kemampuan kognitif kita melalui tindakan yang termotivasi dengan sendirinya terhadap lingkungan. Untuk pengembangan teori ini, Piaget memperoleh Erasmus Prize.

Piaget mengidentifikasi empat faktor yang mempengaruhi transisi tahap perkembangan anak, yaitu :
1.                  kematangan
2.                  pengalaman fisik / lingkungan
3.                  transmisi social
4.                  equilibrium, keadaan dimana anak mampu memahami dan menjelaskan apa yang terjadi dilingkungannya.
Selanjutnya Piaget mengemukakan tentang perkembangan kognitif yang dialami setiap individu secara lebih rinci, mulai bayi hingga dewasa. Teori ini disusun berdasarkan studi klinis terhadap anak-anak dari berbagai usia golongan menengah di Swiss.
Berdasarkan hasil penelitiannya, Piaget mengemukakan ada empat tahap perkembangan kognitif dari setiap individu yang berkembang secara kronologis :
·            Periode sensorimotor (usia 0–2 tahun)
·            Periode praoperasional (usia 2–7 tahun)
·            Periode operasional konkrit (usia 7–11 tahun)
·            Periode operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa)

2.         Perkembangan Kognitif

a.            Periode sensorimotor

Menurut Piaget, bayi lahir dengan sejumlah refleks bawaan selain juga dorongan untuk mengeksplorasi dunianya. Skema awalnya dibentuk melalui diferensiasi refleks bawaan tersebut. Periode sensorimotor adalah periode pertama dari empat periode. Piaget berpendapat bahwa tahapan ini menandai perkembangan kemampuan dan pemahaman spatial penting dalam enam sub-tahapan:
  1. Sub-tahapan skema refleks, muncul saat lahir sampai usia enam minggu dan berhubungan terutama dengan refleks.
  2. Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer, dari usia enam minggu sampai empat bulan dan berhubungan terutama dengan munculnya kebiasaan-kebiasaan.
  3. Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara usia empat sampai sembilan bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi antara penglihatan dan pemaknaan.
  4. Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul dari usia sembilan sampai duabelas bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk melihat objek sebagai sesuatu yang permanen walau kelihatannya berbeda kalau dilihat dari sudut berbeda (permanensi objek).
  5. Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier, muncul dalam usia dua belas sampai delapan belas bulan dan berhubungan terutama dengan penemuan cara-cara baru untuk mencapai tujuan.
  6. Sub-tahapan awal representasi simbolik, berhubungan terutama dengan tahapan awal kreativitas.
Bagi anak yang berada pada tahap ini, pengalaman diperoleh melalui fisik (gerakan anggota tubuh) dan sensori (koordinasi alat indra)
Pada mulanya pengalaman itu  bersatu dengan dirinya, ini berarti bahwa suatu objek itu ada bila ada pada penglihatannya. Perkembangan selanjutnya ia mulai berusaha untuk mencari objek yang asalnya terlihat kemudian menghiang dari pandangannya, asal perpindahanya terlihat. Akhir dari tahap ini ia mulai mencari objek yang hilang bila benda tersebut tidak terlihat perpindahannya. Objek mulai terpisah dari dirinya dan bersamaan dengan itu konsep objek dalam struktur kognitifnya pun mulai dikatakan matang. Ia  mulai mampu untuk melambungkan objek fisik ke dalam symbol-simbol, misalnya mulai bisa berbicara meniru suara kendaraan, suara binatang,  dll.
Kesimpulan pada tahap ini adalah : Bayi lahir dengan refleks bawaan, skema dimodifikasi dan digabungkan untuk membentuk tingkah laku yang lebih kompleks. Pada masa kanak-kanak ini, anak beum mempunyai konsepsi tentang objek yang tetap. Ia hanya dapat mengetahui hal-hal yang ditangkap dengan indranya.


b.            Tahapan praoperasional

Tahapan ini merupakan tahapan kedua dari empat tahapan. Dengan mengamati urutan permainan, Piaget bisa menunjukkan bahwa setelah akhir usia dua tahun jenis yang secara kualitatif baru dari fungsi psikologis muncul. Pemikiran (Pra)Operasi dalam teori Piaget adalah prosedur melakukan tindakan secara mental terhadap objek-objek. Ciri dari tahapan ini adalah operasi mental yang jarang dan secara logika tidak memadai. Dalam tahapan ini, anak belajar menggunakan dan merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata-kata. Pemikirannya masih bersifat egosentris: anak kesulitan untuk melihat dari sudut pandang orang lain. Anak dapat mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri, seperti mengumpulkan semua benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau mengumpulkan semua benda bulat walau warnanya berbeda-beda.
Menurut Piaget, tahapan pra-operasional mengikuti tahapan sensorimotor dan muncul antara usia dua sampai enam tahun. Dalam tahapan ini, anak mengembangkan keterampilan berbahasanya. Mereka mulai merepresentasikan benda-benda dengan kata-kata dan gambar. Bagaimanapun, mereka masih menggunakan penalaran intuitif bukan logis. Di permulaan tahapan ini, mereka cenderung egosentris, yaitu, mereka tidak dapat memahami tempatnya di dunia dan bagaimana hal tersebut berhubungan satu sama lain. Mereka kesulitan memahami bagaimana perasaan dari orang di sekitarnya. Tetapi seiring pendewasaan, kemampuan untuk memahami perspektif orang lain semakin baik. Anak memiliki pikiran yang sangat imajinatif di saat ini dan menganggap setiap benda yang tidak hidup pun memiliki perasaan.
Kesimpulan pada tahap ini adalah : Anak mulai timbul pertumbuhan kognitifnya, tetapi masih terbatas pada hal-hal yang dapat dijumpai (dilihat) di dalam lingkungannya saja.

c.             Tahapan operasional konkrit

Tahapan ini adalah tahapan ketiga dari empat tahapan. Muncul antara usia enam sampai duabelas tahun dan mempunyai ciri berupa penggunaan logika yang memadai. Proses-proses penting selama tahapan ini adalah:
Pengurutan—kemampuan untuk mengurutan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling kecil.
Klasifikasi—kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan)
Decentering—anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi menganggap cangkir lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir kecil yang tinggi.
Reversibility—anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya.
Konservasi—memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi cangkir lain.
Penghilangan sifat Egosentrisme—kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah). Sebagai contoh, tunjukkan komik yang memperlihatkan Siti menyimpan boneka di dalam kotak, lalu meninggalkan ruangan, kemudian Ujang memindahkan boneka itu ke dalam laci, setelah itu baru Siti kembali ke ruangan. Anak dalam tahap operasi konkrit akan mengatakan bahwa Siti akan tetap menganggap boneka itu ada di dalam kotak walau anak itu tahu bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke dalam laci oleh Ujang.
Kesimpulan pada tahap ini adalah : Anak telah dapat mengetahui symbol-simbol matematis, tetapi belum dapatt menghadapi hal-hal yang abstrak (tak berwujud).

d.            Tahapan operasional formal

Tahap operasional formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif dalam teori Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia sebelas tahun (saat pubertas) dan terus berlanjut sampai dewasa. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan nilai. Ia tidak melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih, namun ada "gradasi abu-abu" di antaranya. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat terjadi berbagai perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis, kognitif, penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan perkembangan sosial. Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai perkembangan sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai keterampilan berpikir sebagai seorang dewasa dan tetap menggunakan penalaran dari tahap operasional konkrit.
Kesimpulan pada tahap ini adalah : Pada tahap operasional formal, anak-anak sudah mampu memahami bentuk argumen dan tidak dibingungkan oleh isi argument (karena itu disebut operasional formal).
Tahap ini mengartikan bahwa anak-anak telah memasuki tahap baru dalam logika orang dewasa, yaitu mampu melakukan penalaran abstrak. Sama halnya dengan penalaran abstrak sistematis, operasi-operasi formal memungkinkan berkembangnya system nilai dan ideal, serta pemahaman untuk masalah-masalah filosofis.

Keempat tahapan ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
·         Walau tahapan-tahapan itu bisa dicapai dalam usia bervariasi tetapi urutannya selalu sama. Tidak ada ada tahapan yang diloncati dan tidak ada urutan yang mundur.
·         Universal (tidak terkait budaya)
·         Bisa digeneralisasi: representasi dan logika dari operasi yang ada dalam diri seseorang berlaku juga pada semua konsep dan isi pengetahuan
·         Tahapan-tahapan tersebut berupa keseluruhan yang terorganisasi secara logis
·         Urutan tahapan bersifat hirarkis (setiap tahapan mencakup elemen-elemen dari tahapan sebelumnya, tapi lebih terdiferensiasi dan terintegrasi)
·         Tahapan merepresentasikan perbedaan secara kualitatif dalam model berpikir, bukan hanya perbedaan kuantitatif

3.         Penerapan Teori Piaget Di kelas
Secara terinci dibawah ini adalah penerapan teori Piaget terhadap pendidikan di kelas :
1.     Karena cara berpikir anak itu berbeda-beda dan kurang logis di banding dengan orang dewasa, maka guru harus dapat mengerti cara berpikir anak, bukan sebaliknya anak yang beradaptasi dengan guru.
2.       Anak belajar paling baik dengan menemukan (discovery). Arrtinya disini adalah agar pembelajaran yang berpusat pada anak berlangsung efektif, guru tidak meninggalkan anak-anak belajar sendiri, tetapi mereka memberi tugas khusus yang dirancang untuk membimbing para siswa menemukan dan menyelesaikan masalah sendiri.
3.      Pendidikan disini bertujuan untuk mengembangkan pemikiran anak, artinya ketika anak-anak mencoba  memecahkan masalah, penalaran merekalah yang lebih penting daripada jawabannya. Oleh sebab itu guru penting sekali agar tidak menghukum anak-anak untuk jawaban yang salah, tetapi sebaliknya menanyakan bagaimana anak itu memberi jawaban yang salah, dan diberi pengertian tentang kebenarannya atau mengambil langkah-langkah yang tepat untuk untuk menanggulanginya.
4.    Guru  dapat  menemukan menemukan dan menetapkan tujun pembelajaran materi pelajaran atau pokok bahasan pengajaran tertentu.   



D.         Teori Belajar Sosial Menurut Albert Bandura
Albert Bandura sangat terkenal dengan teori pembelajaran social (Social Learning Teory) salah satu konsep dalam aliran behaviorisme yang menekankan pada komponen kognitif dari fikiran, pemahaman dan evaluasi. Ia seorang psikologi yang terkenal dengan teori belajar social atau kognitif social serta efikasi diri. Eksperimen yang sangat terkenal adalah eksperimen Bobo Doll yang menunjukkan anak – anak meniru seperti perilaku agresif dari orang dewasa disekitarnya.
Teori belajar Albert Bandura adalah teori belajar social atau kognitif social serta efikasi diri yang menunjukkan pentingnya proses mengamati dan meniru perilaku, sikap dan emosi orang lain. Teori Bandura menjelaskan perilaku manusia dalam konteks interaksi tingkah laku timbale balik yang berkesinambungan antara kognitine perilaku dan pengaruh lingkungan.
Teori kognitif sosial (social cognitive theory) yang dikemukakan oleh Albert Bandura menyatakan bahwa faktor sosial dan kognitif serta factor pelaku memainkan peran penting dalam pembelajaran. Faktor kognitif berupa ekspektasi/ penerimaan siswa untuk meraih keberhasilan, factor social mencakup pengamatan siswa terhadap perilaku orangtuanya. Albert Bandura merupakan salah satu perancang teori kognitif social. Menurut Bandura ketika siswa belajar mereka dapat merepresentasikan atau mentrasformasi pengalaman mereka secara kognitif. Bandura mengembangkan model deterministic resipkoral yang terdiri dari tiga faktor utama yaitu perilaku, person/kognitif dan lingkungan. Faktor ini bisa saling berinteraksi dalam proses pembelajaran. Faktor lingkungan mempengaruhi perilaku, perilaku mempengaruhi lingkungan, faktor person/kognitif mempengaruhi perilaku. Faktor person Bandura tak punya kecenderungan kognitif terutama pembawaan personalitas dan temperamen. Faktor kognitif mencakup ekspektasi, keyakinan, strategi pemikiran dan kecerdasan.
Teori Kognitif Sosial (Social Cognitive Theory) merupakan penamaan baru dari Teori Belajar Sosial (Social Learning Theory) yang dikembangkan oleh Albert Bandura. Penamaan baru dengan nama Teori Kognitif Sosial ini dilakukan pada tahun 1970-an dan 1980-an.

a.       Teori Pembelajaran Sosial
Teori Pembelajaran Sosial merupakan perluasan dari teori belajar perilaku yang tradisional (behavioristik)1. Teori pembelajaran social ini dikembangkan oleh Albert Bandura (1986). Teori ini menerima sebagian besar dari prinsip – prinsip teori – teori belajar perilaku, tetapi memberikan lebih banyak penekanan pada kesan dan isyarat – isyarat perubahan perilaku, dan pada proses – proses mental internal. Jadi dalam teori pembelajaran social kita akan menggunakan penjelasan – penjelasan reinforcement eksternal dan penjelasan – penjelasan kognitif internal untuk memahami bagaimana belajar dari orang lain. Dalam pandangan belajar social “ manusia “ itu tidak didorong oleh kekuatan – kekuatan dari dalam dan juga tidak dipengaruhi oleh stimulus – stimulus lingkungan.
Teori belajar social menekankan bahwa lingkungan – lingkungan yang dihadapkan pada seseorang secara kebetulan ; lingkungan – lingkungan itu kerap kali dipilih dan diubah oleh orang itu melalui perilakunya sendiri. Menurut Bandura, sebagaimana dikutip oleh (Kard,S,1997:14) bahwa “sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan secara selektif dan mengingat tingkah laku orang lain”. Inti dari pembelajaran social adalah pemodelan (modelling), dan pemodelan ini merupakan salah satu langkah paling penting dalam pembelajaran terpadu.
Ada dua jenis pembelajaran melalui pengamatan ,Pertama. Pembelajaran melalui pengamatan dapat terjadi melalui kondisi yang dialami orang lain,Contohnya : seorang pelajar melihat temannya dipuji dan ditegur oleh gurunya karena perbuatannya, maka ia kemudian meniru melakukan perbuatan lain yang tujuannya sama ingin dipuji oleh gurunya. Kejadian ini merupakan contoh dari penguatan melalui pujian yang dialami orang lain. Kedua, pembelajaran melalui pengamatan meniru perilaku model meskipun model itu tidak mendapatkan penguatan positif atau penguatan negatif saat mengamati itu sedang memperhatikan model itu mendemonstrasikan sesuatu yang ingin dipelajari oleh pengamat tersebut dan mengharapkan mendapat pujian atau penguatan apabila menguasai secara tuntas apa yang dipelajari itu. Model tidak harus diperagakan oleh seseorang secara langsung, tetapi kita dapat juga menggunakan seseorang pemeran atau visualisasi tiruan sebagai model (Nur, M,1998.a:4).

b.      Teori Peniruan (Modelling)
Menurut Bandura, sebagian besar tingkah laku manusia dipelajari melalui peniruan maupun penyajian, contoh tingkah laku ( modeling ). Dalam hal ini orang tua dan guru memainkan peranan penting sebagai seorang model atau tokoh bagi anak – anak untuk menirukan tingkah laku membaca.
Menurut Bandura, perlakuan seseorang adalah hasil interaksi faktor dalam diri(kognitif) dan lingkungan. pandangan ini menjelaskan, beliau telah mengemukakan teori pembelajaran peniruan, dalam teori ini beliau telah menjalankan kajian bersama Walter (1963) terhadap perlakuan anak-anak apabila mereka menonton orang dewasa memukul, mengetuk dengan palu besi dan menumbuk sambil menjerit-jerit dalam video. Setelah menonton video anak-anak ini diarah bermain di kamar permainan dan terdapat patung seperti yang ditayangkan dalam video. Setelah anak-anak tersebut melihat patung tersebut,mereka meniru aksi-aksi yang dilakukan oleh orang yang mereka tonton dalam video.
Berdasarkan teori ini terdapat beberapa cara peniruan yaitu meniru secara langsung. Contohnya guru membuat demostrasi cara membuat kapal terbang kertas dan pelajar meniru secara langsung. Seterusnya proses peniruan melalui contoh tingkah laku. Contohnya anak-anak meniru tingkah laku bersorak dilapangan, jadi tingkah laku bersorak merupakan contoh perilaku di lapangan. Keadaan sebaliknya jika anak-anak bersorak di dalam kelas sewaktu guru mengajar,semestinya guru akan memarahi dan memberi tahu tingkahlaku yang dilakukan tidak dibenarkan dalam keadaan tersebut, jadi tingkah laku tersebut menjadi contoh perilaku dalam situasi tersebut. Proses peniruan yang seterusnya ialah elisitasi. Proses ini timbul apabila seseorang melihat perubahan pada orang lain. Contohnya seorang anak-anak melihat temannya melukis bunga dan timbul keinginan dalam diri anak-anak tersebut untuk melukis bunga. Oleh karena itu, peniruan berlaku apabila anak-anak tersebut melihat temannya melukis bunga.
c.        Unsur Utama dalam Peniruan (Proses Modeling/Permodelan)
Menurut teori belajar social, perbuatan melihat saja menggunakan gambaran kognitif dari tindakan, secara rinci dasar kognitif dalam proses belajar dapat diringkas dalam 4 tahap , yaitu : perhatian / atensi, mengingat / retensi, reproduksi gerak , dan motivasi.
·            Perhatian (’Attention’)
Subjek harus memperhatikan tingkah laku model untuk dapat mempelajarinya. Subjek memberi perhatian tertuju kepada nilai, harga diri, sikap, dan lain-lain yang dimiliki. Contohnya, seorang pemain musik yang tidak percaya diri mungkin meniru tingkah laku pemain music terkenal sehingga tidak menunjukkan gayanya sendiri. Bandura & Walters(1963) dalam buku mereka “Sosial Learning & Personality Development”menekankan bahwa hanya dengan memperhatikan orang lain pembelajaran dapat dipelajari.
·            Mengingat (’Retention’)
Subjek yang memperhatikan harus merekam peristiwa itu dalam sistem ingatannya. Ini membolehkan subjek melakukan peristiwa itu kelak bila diperlukan atau diingini. Kemampuan untuk menyimpan informasi juga merupakan bagian penting dari proses belajar.
·            Reproduksi gerak (’Reproduction’)
Setelah mengetahui atau mempelajari sesuatu tingkahlaku, subjek juga dapat menunjukkan kemampuannya atau menghasilkan apa yang disimpan dalam bentuk tingkah laku. Contohnya, mengendarai mobil, bermain tenis. Jadi setelah subyek memperhatikan model dan menyimpan informasi, sekarang saatnya untuk benar-benar melakukan perilaku yang diamatinya. Praktek lebih lanjut dari perilaku yang dipelajari mengarah pada kemajuan perbaikan dan keterampilan.
·            Motivasi
Motivasi juga penting dalam pemodelan Albert Bandura karena ia adalah penggerak individu untuk terus melakukan sesuatu.Jadi subyek harus termotivasi untuk meniru perilaku yang telah dimodelkan.

d.      Ciri – ciri teori Pemodelan Bandura
1.      Unsur pembelajaran utama ialah pemerhatian dan peniruan
2.      Tingkah laku model boleh dipelajari melalui bahasa, teladan, nilai dan lain-lain
3.      Pelajar meniru suatu kemampuan dari kecakapan yang didemonstrasikan guru sebagai model
4.      Pelajar memperoleh kemampuan jika memperoleh kepuasan dan penguatan yang positif
5.      Proses pembelajaran meliputi perhatian, mengingat, peniruan, dengan tingkah laku atau timbal balik yang sesuai, diakhiri dengan penguatan yang positif

e.       Aplikasi teori terhadap proses pembelajaran
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menerapkan teori belajar sosial adalah ciri-ciri kuat yang mendasarinya yaitu:
o   Mementingkan pengaruh lingkungan
o   Mementingkan bagian-bagian
o   Mementingkan peranan reaksi
o   Mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar melalui prosedur stimulus respon
o   Mementingkan peranan kemampuan yang sudah terbentuk sebelumnya
o   Mementingkan pembentukan kebiasaan melalui latihan dan pengulangan
o   Hasil belajar yang dicapai adalah munculnya perilaku yang diinginkan.
Guru tidak banyak memberi ceramah, tetapi instruksi singkat yng diikuti contoh-contoh baik dilakukan sendiri maupun melalui simulasi. Bahan pelajaran disusun secara hierarki dari yang sederhana samapi pada yang kompleks.
Tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian kecil yang ditandai dengan pencapaian suatu ketrampilan tertentu. Pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati. Kesalahan harus segera diperbaiki. Pengulangan dan latihan digunakan supaya perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan. Hasil yang diharapkan dari penerapan teori behavioristik ini adalah tebentuknya suatu perilaku yang diinginkan. Perilaku yang diinginkan mendapat penguatan positif dan perilaku yang kurang sesuai mendapat penghargaan negatif. Evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku yang tampak.
f.       Kelemahan Teori Albert Bandura
Teori pembelajaran Sosial Bandura sangat sesuai jika diklasifikasikan dalam teori behavioristik. Ini karena, teknik pemodelan Albert Bandura adalah mengenai peniruan tingkah laku dan adakalanya cara peniruan tersebut memerlukan pengulangan dalam mendalami sesuatu yang ditiru.
Selain itu juga, jika manusia belajar atau membentuk tingkah lakunya dengan hanya melalui peniruan ( modeling ), sudah pasti terdapat sebagian individu yang menggunakan teknik peniruan ini juga akan meniru tingkah laku yang negative , termasuk perlakuan yang tidak diterima dalam masyarakat.
g.      Kelebihan Teori Albert Bandura
Teori Albert Bandura lebih lengkap dibandingkan teori belajar sebelumnya , karena itu menekankan bahwa lingkungan dan perilaku seseorang dihubungkan melalui system kognitif orang tersebut. Bandura memandang tingkah laku manusia bukan semata – mata reflex atas stimulus ( S-R bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul akibat interaksi antara lingkungan dengan kognitif manusia itu sendiri.
Pendekatan teori belajar social lebih ditekankan pada perlunya conditioning ( pembiasan merespon ) dan imitation ( peniruan ). Selain itu pendekatan belajar social menekankan pentingnya penelitian empiris dalam mempelajari perkembangan anak – anak. Penelitian ini berfokus pada proses yang menjelaskan perkembangan anak – anak, faktor social dan kognitif.



E.          Teori Belajar Orang Dewasa Menurut Edward C. Linderman
Ada aliran inkuiri yang merupakan landasan teori belajar dan mengajar orang dewasa yaitu : “scientific stream” dan “artistic atau intuitive/reflective stream”. Aliran “scientific stream” adalah menggali atau menemukan teori baru tentang belajar orang dewasa melalui penelitian dan eksperimen . Teori ini diperkenalkan oleh Edward L. Thorndike dengan pubilkasinya “ Adult Learning”, pada tahun 1928.
Pada aliran artistic, teori baru ditemukan melalui instuisi dan analisis pengalaman yang memberikan perhatian tentang bagaimana orang dewasa belajar. Aliran ini diperkenalkan oleh Edward C. Lindeman dalam penerbitannya “ The Meaning of Adult Education” pada tahun 1926 yang sangat dipengaruhi oleh filsafat pendidikan John Dewey.
Menurutnya sumber yang paling berguna dalam pendidikan orang dewasa adalah pengalaman peserta didik. Dari hasil penelitian, Linderman mengidentifikasi beberapa asumsi tentang pembelajar orang dewasa yang dijadikan fondasi teori belajar orang dewasa yaitu sebagai berikut :
a.       pembelajar orang dewasa akan termotivasi untuk belajar karena kebutuhan dan minat dimana belajar akan memberikan kepuasan
b.      orientasi pembelajar orang dewasa adalah berpusat pada kehidupan, sehingga unit-unit pembelajar sebaiknya adalah kehidupan nyata (penerapan) bukan subject matter.
c.       Pengalaman adalah sumber terkaya bagi pembelajar orang dewasa, sehingga metode pembelajaran adalah analisa pengalaman (experiential learning).
4) Pembelajaran orang dewasa mempunyai kebutuhan yang mendalam untuk mengarahkan diri sendiri (self directed learning), sehingga peran guru sebagai instruktur.
d.      Perbedaan diantara pembelajar orang dewasa semakin meningkat dengan bertambahnya usia, oleh karena itu pendidikan orang dewasa harus memberi pilihan dalam hal perbedaan gaya belajar, waktu, tempat dan kecepatan belajar.
Carl R Rogers (1951) mengajukan konsep pembelajaran yaitu “ Student-Centered Learning” yang intinya yaitu :
ü  kita tidak bisa mengajar orang lain tetapi kita hanya bisa menfasilitasi belajarnya.
ü  Seseorang akan belajar secarasignifikan hanya pada hal-hal yang dapat memperkuat/menumbuhkan “self”nya
ü  Manusia tidak bisa belajar kalau berada dibawah tekanan
ü  Pendidikan akan membelajarkan peserta didik secara signifkan bila tidak ada tekanan terhadap peserta didik, dan adanya perbedaan persepsi/pendapat difasilitasi/diakomodir
Peserta didik orang dewasa menurut konsep pendidikan adalah :
ü  meraka yang berperilaku sebagai orang dewasa, yaitu orang yang melaksanakan peran sebagai orang dewasa
ü  meraka yang mempunyai konsep diri sebagai orang dewasa
Andragogi mulai digunakan di Netherlands oleh professor T.T Ten have pada tahun 1954 dan pada tahun 1959 ia menerbitkan garis-garis besar “Science of Andragogy”. Model andragogi mempunyai konsep bahwa : kebutuhan untuk tahu (The need to know), konsep diri pembelajar ( the learner’s concept),peran pengalaman pembelajar (the role of the leaner’s experience), kesiapan belajar ( readiness to learn), orientasi belajar (orientation of learning) dan motivasi lebih banyak ditentukan dari dalam diri si pembelajar itu sendiri.
Didalam pembelajaran orang dewasa tidak sepenuhnya harus menggunakan model andragogi, tetapi bisa digabung model pedagogi. Jika pembelajarnya belum mengetahui atau sangat asing dengan materi yang disampaikan tentunya kita bisa menggunakan model pedagogi pada awal-awal pertemuan untuk mengkonstruksi pengalaman dengan pengetahuan yang baru didapatkan, selanjutnya bisa digunakan model andragogi sebagai penguatan dan pengembangan.




Bab III
PENUTUP

1.           Kesimpulan



Daftar Pustaka
Tim Penyusun Buku Psikologi Pendidikan. 2006. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: FIP.
Tim Penyusun Buku Psikologi Pendidikan. 2006. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.
http://asnaldi.multiply.com/journal/item/5
Piaget, J. (1995). Sociological Studies. London: Routledge.
Piaget, J. (2000). "Commentary on Vygotsky". New Ideas in Psychology, 18, 241–259.
Piaget, J. (2001). Studies in Reflecting Abstraction. Hove, UK: Psychology Press.
Santrok, John W. 2002. Life Span Development: Perkembangan Masa Hidup, Edisi 5 Jilid 1. Jakarta: Erlangga

Tidak ada komentar: