TEORI BELAJAR
Bab I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Pendidikan
merupakan suatu kebutuhan primer di era globalisasi seperti sekarang.
Pendidikan adalah suatu kegiatan belajar dan pembelajaran. Belajar merupakan
kegiatan yang juga kita temui di kehidupan sehari-hari. Bahkan kemampuan orang
untuk belajar merupakan salah satu cirri penting yang membedakan manusia dengan
makhluk yang lain.dengan demikian kemampuan belajar yang dimiliki manusia ini
merupakan bekal yang sangat penting. Berdasarkan kemampuan itu umat manusia
telah berkembang selama berabad-abad yang lalu dan tetap terbuka kesempatan
luas baginya untuk memperkaya diri dan mencapai taraf kebudayaan yang lebih
tinggi (Winkel, 2005).
Belajar
adalah suatu proses yang kompleks dan terjadi pada semua orang serta berlangsung
seumur hidup. Karena kompleksnya masalah belajar, banyak sekali teori yang
berusaha menjelaskan bagaimana proses belajar itu terjadi. Setiap teori
memiliki konsep atau prinsip-prinsip sendiri tentang belajar dan mempengaruhi
bentuk sumber belajar yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran.
Setiap
teori belajar memiliki titik fokus yang menjadi pusat perhatian. Misalnya ada
yang lebih mementingkan pada proses belajar, ada yang mementingkan pada hasil
belajar, ada yang menekankan pada isi atau apa yang dipelajari, ada yang lebih
mementingkan sistem informasi yang diolah dalam proses pembelajaran, dan ada
yang menekankan pada pembentukan atau mengkonstruksi (membangun) pengetahuan,
sikap atau keterampilan sendiri.
Mengingat
kegiatan pembelajaran tidak dapat dilakukan sembarangan, tetapi harus
berlandaskan pada teori-teori dan prinsip-prinsip belajar tertentu agar bisa
bertindak secara tepat. Artinya teori-teori dan prinsip-prinsip belajar ini
diharapkan dapat membimbing dan mengarahkan dalam merangcang dan melaksanakan
kegiatan pembelajaran. Walaupun teori belajar tidak dapat diharapkan menentukan
langkah demi langkah dalam kegiatan pembelajaran, namun akan dapat memberi arah
prioritas dalam kegiatan pembelajaran (Dimyati & Mudjiono, 2002 : 41-42).
Oleh karena itu para guru, para perancang pembelajaran, dan para pengembang
program pembelajaran yang professional perlu
memilih teori belajar yang tepat untuk diterapkan dalam desain
instruksional yang akan dikembangkan ( Instructional development and design).
Di
dalam makalah ini akan memaparkan 5 teori belajar yang telah sering digunakan
sebagai landasan teori dalam kegiatan belajar – mengajar.
1.2.
Tujuan
Penyusunan makalah bertujuan agar penulis mampu
memahami :
1. Konsep Teori-teori dalam pembelajaran
2. Tokoh-tokoh yang mencetuskan teori
3. Sejarah munculnya masing-masing teori
4. Kajian umum teori belajar
5. Aplikasi teori terhadap pembelajaran.
6. Analisis perilaku terapan dalam pendidikan
7. Kelebihan dan kekurangan teori
1.3.
Teori Teori Belajar
5 Macam teori belajar :
ü
Teori belajar “Operant Conditioning”,
dari B.F Skinner
ü
Teori belajar “Conditioning of
Learning”, dari Robert M. Gagne
ü
Teori Belajar “Perkembangan
Kognitif”, dari Jean Piaget
ü
Teori Belajar “Social”, dari Albert
Bandura
ü
Teori Belajar “Orang Dewasa”, dari
Edward C.
Bab II
TEORI-TEORI
BELAJAR
A.
Teori Belajar “Operant
Conditioning” Menurut B.F Skinner
1.
Bentuk Teori Skinner
Banyak
teori tentang belajar yang telah berkembang mulai abad ke 19 sampai sekarang
ini. Pada awal abad ke-19 teori belajar yang berkembang pesat dan memberi
banyak sumbangan terhadap para ahli psikologi adalah teori belajar tingkah laku
(behaviorisme) yang awal mulanya dikembangkan oleh psikolog
Rusia Ivan Pavlav (tahun 1900-an) dengan teorinya yang dikenal dengan istilah
pengkondisian klasik (classical conditioning). Teori kaum behavoris
lebih dikenal dengan nama teori belajar, karena seluruh perilaku manusia adalah
hasil belajar. Dan kemudian teori belajar tingkah laku ini dikembangkan oleh
beberapa ahli psikologi yang lain seperti Edward Thorndike, B.F Skinner dan
Gestalt.
B.F. Skinner
(104-1990) berkebangsaan Amerika dikenal sebagai tokoh behavioris dengan
pendekatan model instruksi langsung (directed
instruction) dan meyakini bahwa perilaku dikontrol melalui proses operant conditioning atau Descriptive
Behaviorisme. Asas-asas kondisioning operan adalah kelanjutan dari
tradisi yang didirikan oleh John Watson. Yang menyebutkan, agar psikologi bisa
menjadi suatu ilmu, maka studi tingkah laku harus dijadikan fokus penelitian
psikologi. Skinner menghindari kontradiksi yang ditampilkan oleh model
kondisioning klasik dari Pavlov dan kondisioning instrumental dari Thorndike.
Ia mengajukan suatu paradigma yang mencakup kedua jenis respon itu dan
berlanjut dengan mengupas kondisi-kondisi yang bertanggung jawab atas munculnya
respons atau tingkah laku operan.
Operant Conditioning atau pengkondisian operan
adalah suatu proses pembelajaran
atau penguatan perilaku operan (penguatan
positif atau negatif) yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang
kembali atau menghilang sesuai dengan keinginan. Menurut Skinner hubungan
antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya,
yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku. Menurutnya respon yang diterima
seseorang tidak sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan
saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan memengaruhi respon
yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi.
Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya memengaruhi munculnya perilaku
(Slavin, 2000).
Skinner membuat eksperimen sebagai berikut: dalam
laboratorium, Skinner memasukkan tikus yang telah dilaparkan dalam kotak yang
disebut “Skinner box”, yang sudah dilengkapi dengan berbagai peralatan, yaitu
tombol, alat memberi makanan, penampung makanan, lampu yang dapat diatur
nyalanya, dan lantai yang dapat dialiri listrik.
Karena dorongan lapar (hunger drive), tikus berusaha keluar
untuk mencari makanan. Selama tikus bergerak kesana-kemari untuk keluar dari
box, tidak sengaja ia menekan tombol, makanan keluar. Secara terjadwal
diberikan makanan secara bertahap sesuai peningkatan perilaku yang ditunjukkan
si tikus, proses ini disebut shaping.
Berdasarkan berbagai percobaannya pada tikus, Menurut
Skinner (J.W. Santrock, 272) unsur yang terpenting dalam belajar adalah adanya
penguatan (reinforcement) dan hukuman (punishment). Penguatan (reinforcement)
adalah konsekuensi yang meningkatkan probabilitas bahwa suatu perilaku akan
terjadi. Sebaliknya, hukuman (punishment) adalah konsekuensi yang
menurunkan probabilitas terjadinya suatu perilaku.
Menurut Skinner penguatan berarti memperkuat, penguatan
dibagi menjadi dua bagian yaitu :
Ø Penguatan positif adalah penguatan berdasarkan prinsip bahwa frekuensi respons
meningkat karena diikuti dengan stimulus yang mendukung (rewarding). Penguatan positif sebagai stimulus, dapat meningkatkan
terjadinya pengulangan tingkah laku itu. Bentuk-bentuk penguatan positif adalah berupa
hadiah (permen, kado, makanan, dll), perilaku (senyum, menganggukkan kepala
untuk menyetujui, bertepuk tangan, mengacungkan jempol), atau penghargaan
(nilai A, Juara 1 dsb).
Ø Penguatan negatif, adalah penguatan berdasarkan prinsip bahwa frekuensi respons
meningkat karena diikuti dengan penghilangan stimulus yang merugikan (tidak
menyenangkan). penguatan negatif
dapat mengakibatkan perilaku berkurang atau menghilang. Bentuk-bentuk penguatan negatif
antara lain: menunda/tidak memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan atau
menunjukkan perilaku tidak senang (menggeleng, kening berkerut, muka kecewa
dll).
Satu cara untuk mengingat perbedaan antara penguatan
positif dan penguatan negatif adalah dalam penguatan positif ada sesuatu yang
ditambahkan atau diperoleh. Dalam penguatan negatif, ada sesuatu yang dikurangi
atau di hilangkan. Adalah mudah mengacaukan penguatan negatif dengan hukuman.
Agar istilah ini tidak rancu, ingat bahwa penguatan negatif meningkatkan
probabilitas terjadinya suatu prilaku, sedangkan hukuman menurunkan
probabilitas terjadinya perilaku.
Contoh dari konsep penguatan positif, negatif, dan hukuman
(J.W Santrock, 274).
A.Penguatan positif
|
||
Perilaku
Murid mengajukan pertanyaan yang
bagus
|
Konsekuensi
Guru memuji murid
|
Prilaku kedepan
Murid mengajukan lebih banyak
pertanyaan
|
B.Penguatan negatif
|
||
Perilaku
Murid menyerahkan PR tidak tepat
waktu
|
Konsekuensi
Guru menegur murid
|
Prilaku kedepan
Murid makin sering menyerahkan PR
tepat waktu
|
C.Hukuman
|
||
Perilaku
Murid menyela guru
|
Konsekuensi
Guru menegur murid langsung
|
Prilaku kedepan
Murid berhenti menyela guru
|
Beberapa prinsip belajar Skinner antara lain:
1.
Hasil belajar harus
segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan, jika benar diberi
penguat (motifasi).
2.
Proses belajar
harus mengikuti irama dari yang belajar.
3.
Materi pelajaran,
digunakan sistem modul.
4.
Dalam proses
pembelajaran, lebih dipentingkan aktivitas sendiri.
5.
Dalam proses
pembelajaran, tidak digunakan hukuman. Namun ini lingkungan perlu diubah, untuk
menghindari adanya hukuman.
6.
Tingkah laku yang
diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebagainya. Hadiah diberikan dengan
digunakannya jadwal variable rasio reinforcer.
7.
Dalam pembelajaran,
digunakan shaping.
Selain itu Eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus menghasilkan
hukum-hukum belajar, diantaranya :
a.
Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka
kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
b.
Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses
conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku
tersebut akan menurun bahkan musnah.
2.
Aplikasi
Teori Skinner Terhadap Pembelajaran
1.
Bahan yang
dipelajari dianalisis sampai pada unit-unit secara organis.
2.
Hasil berlajar
harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan dan jika benar
diperkuat.
3.
Proses belajar
harus mengikuti irama dari yang belajar.
4.
Materi pelajaran
digunakan sistem modul.
5.
Tes lebih ditekankan
untuk kepentingan diagnostic.
6.
Dalam proses
pembelajaran lebih dipentingkan aktivitas sendiri.
7.
Dalam proses
pembelajaran tidak dikenakan hukuman.
8.
Dalam pendidikan
mengutamakan mengubah lingkungan untuk mengindari pelanggaran agar tidak
menghukum.
9.
Tingkah laku yang
diinginkan pendidik diberi hadiah.
10.
Hadiah diberikan
kadang-kadang (jika perlu)
11.
Tingkah laku yang
diinginkan, dianalisis kecil-kecil, semakin meningkat mencapai tujuan.
12.
Dalam pembelajaran
sebaiknya digunakan shaping.
13.
Mementingkan
kebutuhan yang akan menimbulkan tingkah laku operan.
14.
Dalam belajar
mengajar menggunakan teaching machine.
15.
Melaksanakan mastery
learning yaitu mempelajari bahan secara tuntas menurut waktunya
masing-masing karena tiap anak berbeda-beda iramanya. Sehingga naik atau tamat
sekolah dalam waktu yang berbeda-beda. Tugas guru berat, mencakup administrasi
yang kompleks.
3.
Kelebihan
dan Kekurangan Teori Skinner
a Kelebihan
Pada teori ini, pendidik diarahkan
untuk menghargai setiap anak didiknya. hal ini ditunjukkan dengan dihilangkannya
sistem hukuman. Hal itu didukung dengan adanya pembentukan lingkungan yang baik
sehingga dimungkinkan akan meminimalkan terjadinya kesalahan.
b Kekurangan
Tanpa adanya sistem hukuman akan
dimungkinkan akan dapat membuat anak didik menjadi kurang mengerti tentang
sebuah kedisiplinan. hal tersebuat akan menyulitkan lancarnya kegiatan
belajar-mengajar. Dengan melaksanakan mastery learning, tugas guru akan
menjadi semakin berat.
Beberapa Kekeliruan dalam penerapan
teori Skinner adalah penggunaan hukuman sebagai salah satu cara untuk
mendisiplinkan siswa. Menurut Skinner hukuman yang baik adalah anak merasakan
sendiri konsekuensi dari perbuatannya. Misalnya anak perlu mengalami sendiri
kesalahan dan merasakan akibat dari kesalahan. Penggunaan hukuman verbal maupun
fisik seperti: kata-kata kasar, ejekan, cubitan, jeweran justru berakibat buruk
pada siswa.
Selain itu kesalahan dalam
reinforcement positif juga terjadi didalam situasi pendidikan seperti
penggunaan rangking Juara di kelas yang mengharuskan anak menguasai semua mata
pelajaran. Sebaliknya setiap anak diberi penguatan sesuai dengan kemampuan yang
diperlihatkan sehingga dalam satu kelas terdapat banyak penghargaan sesuai
dengan prestasi yang ditunjukkan para siswa: misalnya penghargaan di bidang
bahasa, matematika, fisika, menyanyi, menari atau olahraga.
B.
Teori Belajar “Conditioning of
Learning” Menurut Robert M. Gagne
1.
Bentuk Teori Gagne
Gagne
adalah seorang psikolog pendidikan berkebangsaan amerika yang terkenal dengan
penemuannya berupa condition of learning. Gagne pelopor
dalam instruksi pembelajaran yang dipraktekkannya dalam training pilot AU
Amerika. Ia kemudian mengembangkan konsep terpakai dari teori instruksionalnya
untuk mendisain pelatihan berbasis komputer dan belajar berbasis multi media.
Teori Gagne banyak dipakai untuk mendisain software instruksional.
Robert M. Gagne dalam
bukunya : The Conditioning of Learning mengemukakan bahwa “Learning is a change in human disposition or
capacity, which persists over a period time and which is not simply ascribable
to process of growth”. Belajar adalah perubahan yang terjadi dalam
kemampuan manusia setelah belajar secara terus-menerus, bukan hanya disebabkan
oleh proses pertumbuhan saja. Gagne berkeyakinan bahwa belajar dipengaruhi oleh
factor dari luar diri (eksternal) dan factor dalam diri (internal) dan keduanya
saling berinteraksi.
Menurut Gagne, belajar merupakan seperangkat
proses yang bersifat internal bagi setiap individu sebagai hasil transformasi
rangsangan yang berasal dari peristiwa eksternal di lingkungan individu yang
bersangkutan (kondisi). Agar kondisi eksternal itu lebih bermakna sebaiknya
diorganisasikan dalam urutan peristiwa pembelajaran (metode atau perlakuan).
Selain itu, dalam usaha mengatur kondisi eksternal diperlukan berbagai
rangsangan yang dapat diterima oleh panca indera, yang dikenal sebagai sumber
belajar dan media (Miarso, 2004: 245).
Teori ini yang
dikemukakan oleh Gagne ini didasarkan atas hasil riset tentang faktor-faktor
yang kompleks pada proses belajar manusia. Penelitiannya diamksudkan untuk
menemukan teori pembelajaran yang efektif. Analisanya dimulai dari identifikasi
konsep hirarki belajar, yaitu urut-urutan kemampuan yang harus dikuasai oleh
pembelajar (peserta didik) agar dapat mempelajari hal-hal yang lebih sulit atau
lebih kompleks.
Belajar memberi
kontribusi terhadap adaptasi yang diperlukan untuk mengembangkan proses yang
logis, sehingga perkembangan tingkah laku (behavior) adalah hasil dari efek
belajar yang kumulatif (gagne, 1968).
Gagne (1972)
mendefinisikan belajar adalah mekanisme dimana seseorang menjadi anggota
masyarakat yang berfungsi secara kompleks dan mampu berkompetensi. Kompetensi
itu meliputi : Skill, pengetahuan, attitude (perilaku), dan nilai-nilai yang
diperlukan oleh manusia. Sehingga belajar adalah hasil dalam berbagai macam
tingkah laku yang selanjutnya disebut kapasitas atau outcome.
Kemampuan-kemampuan /
kompetensi tersebut diperoleh peserta didik dari : (1) stimulus dan lingkungan,
(2) proses kognitif.
Menurut Gagne kemampuan
belajar dapat dikategorikan sebagai berikut :
1) Intellectual Skill (keterampilan Intelektual)
1) Intellectual Skill (keterampilan Intelektual)
2) Cognitive strategi (strategi
kognitif)
3) Verbal information (informasi verbal)
4) Motorik Skill
(keterampilan motorik)
5) Attitude (perilaku)
1).
Kemampuan skil intelektual adalah kemampuan pembelajar yang dapat menunjukkan
kompetensinya sebagai anggota masyarakat seperti; menganalisa berita-berita.
Membuat keseimbangan keuangan, menggunakan bahasa untuk mengungkapkan konsep,
menggunakan rumus-rumus matematika. Dengan kata lain ia tahu “Knowing how”.
2). Strategi kognitif adalah kemampuan yang mengontrol manajemen belajar
si pembelajar mengingat dan berpikir. Cara yang terbaik untuk mengembangkan
kemampuan tersebut adalah dengan melatih pembelajar memecahkan masalah,
penelitian dan menerapkan teori-teori untuk memecahkan masalah ril dilapangan.
Melalui pendidikan formal diharapkan pembelajar menjadi “self learner” dan
“independent tinker”.
3). Belajar informasi verbal merupakan kemampuan yang dinyatakan ,
seperti membuat label, menyusun fakta-fakta, dan menjelaskan. Kemampuan / unjuk
kerja dari hasil belajar, seperti membuat pernyataan, penyusunan frase, atau
melaporkan informasi.
4).
Skill Motorik adalah kemampuan untuk
melaksanakan sesuatu dengan cepat dan tepat.
5).
Attitude (perilaku) merupakan kemampuan yang mempengaruhi pilihan pembelajar
(peserta didik) untuk melakukan suatu tindakan. Belajar melalui model ini
diperoleh melalui pemodelan atau orang yang ditokohkan, atau orang yang
diidolakan.
Untuk
memperoleh dan menguasai kelima kategori dan kapabiliitas tersebut dengan
sebaik-baiknya ada sejumlah kondisi yang perlu diperhatikan oleh para pendidik.
Ada kondisi belajar internal, yang timbul dari memori peserta didikn sebagai
hasil dari belajar sebelumnya, dan ada sejumlah kondisi eksternal ditinjau dari
peserta didik. Kondisi eksternal ini bila diatur dan dikelola dengan baik
merupakan usaha untuk membelajarkan. Misalnya pemanfaatan atau penggunaan
berbagai media dan sumber belajar.
Pandangan Gagne tentang belajar dikelompokkan menjadi 8 tipe
belajar yang dilakukan secara prosedural.
Kedelapan tipe tersebut adalah belajar dengan:
(1) Isyarat (signal),
(2) Stimulus respon,
(3) Rangkaian gerak (motor
chaining),
(4) Rangkaian verbal (verbal chaining),
(5) Belajar membedakan (discrimination learning),
(6) Pembentukan konsep (concept formation),
(7)Pembentukan aturan (principle formation), dan
(8)Pemecahan macalah (problem solving) (Russefendi,
1988).
Kedelapan tipe belajar ini disusun berdasarkan
pada hasil belajar yang diperoleh dan bukan proses belajar yang dilalui peserta
didik untuk sampai pada hasil itu.
Empat tipe belajar pertama (No 1 S.d 4) kurang
relevan untuk belajar disekolah, sedangkan empat tipe kedua (5 s.d 8) lebih
menonjolkan pada belajar bidang kognitif yang memang diutamakan disekolah.
Pembelajaran menurut gagne hendaknya mampu
menimbulkan peristiwa belajar dan proses kognitif. Peristiwa pembelajaran
(instructional events) adalah peristiwa dengan urutan sebagai berikut :
a. Menimbulkan
minat dan memusatkan perhatian agar peserta didik siap menerima pelajaran
b. Menyampaikan
tujuan pembelajaran agar peserta didik tahu apa yang diharapkan dalam belajar
itu.
c. Mengingat
kembali konsep / prinsip yang yang telah dipelajari sebelumnya yang merupakan
prasyarat.
d. Menyampaikan
materi pembelajaran
e. Memberikan
bimbingan atau pedoman untuk belajar
f. Membangkitkan
timbulnya unjuk kerja (merespon) dari peserta didik
g. Memberikan
umpan balik tentang kebenaran pelaksanaan tugas (penguatan)
h. Mengukur
/ mengevaluasi hasil belajar
i.
Memeperkuat retensi dan hasil belajar
Teori ini disebut dengan 9 peristiwa
pembelajaran (model nine instructional events). Peristiwa ini dirancang oleh
pendidik (eksternal) untuk membantu proses belajar dalam diri peserta didik
(internal).
Sedang proses pembelajaran sendiri Menurut Gagne tahapan proses pembelajaran meliputi delapan fase
yaitu, (1) motivasi; (2) pemahaman; (3) pemerolehan; (4) penyimpanan;
(5) ingatan kembali; (6) generalisasi; (7) perlakuan dan (8) umpan balik.
Dengan demikian ada beberapa prinsip
pembelajaran dari teori gagne, yaitu antara lain berkaitan dengan :
Ø
Perhatian dan motifasi belajar
peserta didik
Ø
Keaktifan belajar dan keterlibatan
langsung/ pengalaman belajar
Ø
Pengulangan belajar
Ø
Tantangan semangat belajar
Ø
Pemberian balikan dan penguatan
belajar
Ø
Adanya perbedaan individual dalam
perilaku belajar, termasuk lingkungan belajar.
Selain itu teori pembelajaran gagne menekankan
pada prosedur pembelajaran yang telah terbukti berhasil meningkatkan kualitas
pembelajaran, yaitu :
Ø Belajar
merupakan suatu kumpulan proses yang bersifat individu, yang merubah stimulus
yang dating dari lingkungan seseorang kedalam sejumlah informasi yang
selanjutnya dapat menyebabkan adanya hasil belajar dalam bentuk ingatan jangka
panjang. Hasil hasil belajar ini memberikan kemampuan untuk melakukan berbagai
kemampuan.
Ø Kemampuan
yang merupakan hasil belajar ini dapat dikategorikan bersifat praktis dan
teoritis.
Ø Peristiwa-peristiwa
didalam pembelajaran yang mempengaruhi proses belajar dapat dikelompokkan
kedalam kategori umum tanpa memperhatikan hasil belajar yang diharapkan. Namun
tiap-tiap hasil belajar memerlukan adanya peristiwa khusus untuk dapat
terbentuk.
C.
Teori Belajar “Perkembangan Kognitif” Menurut Jean Pigeat
1.
Teori
Perkembangan Kognitif
Pakar psikologi
Swiss terkenal yaitu Jean Piaget (1896-1980), mengatakan bahwa anak dapat
membangun secara aktif dunia kognitif mereka sendiri. Piaget yakin bahwa
anak-anak menyesuaikan pemikiran mereka untuk menguasai gagasan-gagasan baru,
karena informasi tambahan akan menambah pemahaman mereka terhadap dunia.
Piaget menyatakan bahwa cara berpikir anak bukan hanya kurang matang
dibandingkan dengan orang dewasa karena kalah pengetahuan , tetapi juga berbeda
secara kualitatif. Menurut penelitiannya juga bahwa tahap-tahap
perkembangan individu atau pribadi serta perubahan umur sangat mempengaruhi
kemampuan belajar individu.
Dalam pandangan
Piaget, terdapat dua proses yang mendasari perkembangan dunia individu, yaitu
pengorganisasian dan penyesuaian. Untuk membuat dunia kita diterima oleh
pikiran, kita melakukan pengorganisasian pengalaman-pengalaman yang telah
terjadi. Piaget yakin bahwa kita menyesuaikan diri dalam dua cara yaitu
asimiliasi dan akomodasi.
Asimilasi
terjadi ketika individu menggabungkan informasi baru ke dalam pengetahuan
mereka yang sudah ada. Sedangkan akomodasi adalah terjadi ketika individu
menyesuaikan diri dengan informasi baru.
Seorang anak 7
tahun dihadapkan dengan palu dan paku untuk memasang gambar di dinding. Ia
mengetahui dari pengamatan bahwa palu adalah obyek yang harus dipegang dan
diayunkan untuk memukul paku. Dengan mengenal kedua benda ini, ia menyesuaikan
pemikirannya dengan pemikiran yang sudah ada (asimilasi). Akan tetapi karena
palu terlalu berat dan ia mengayunkannya dengan keras maka paku tersebut
bengkok, sehingga ia kemudian mengatur tekanan pukulannya. Penyesuaian
kemampuan untuk sedikit mengubah konsep disebut akomodasi.
Teori ini memberikan banyak konsep utama
dalam lapangan psikologi perkembangan dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan, yang bagi Piaget, berarti kemampuan untuk secara lebih
tepat merepresentasikan dunia dan melakukan operasi logis dalam representasi
konsep yang berdasar pada kenyataan. Teori ini membahas munculnya dan
diperolehnya schemata—skema tentang bagaimana seseorang mempersepsi
lingkungannya— dalam tahapan-tahapan perkembangan, saat seseorang memperoleh
cara baru dalam merepresentasikan informasi secara mental. Teori ini digolongkan ke dalam konstruktivisme,
yang berarti, tidak seperti teori nativisme (yang menggambarkan perkembangan kognitif sebagai
pemunculan pengetahuan dan kemampuan bawaan), teori ini berpendapat bahwa kita
membangun kemampuan kognitif kita melalui tindakan yang termotivasi dengan sendirinya terhadap lingkungan. Untuk pengembangan
teori ini, Piaget memperoleh Erasmus Prize.
Piaget
mengidentifikasi empat faktor yang mempengaruhi transisi tahap perkembangan
anak, yaitu :
1.
kematangan
2.
pengalaman fisik / lingkungan
3.
transmisi social
4.
equilibrium, keadaan dimana anak mampu memahami dan menjelaskan
apa yang terjadi dilingkungannya.
Selanjutnya Piaget
mengemukakan tentang perkembangan kognitif yang dialami setiap individu secara
lebih rinci, mulai bayi hingga dewasa. Teori ini disusun berdasarkan studi
klinis terhadap anak-anak dari berbagai usia golongan menengah di Swiss.
Berdasarkan hasil
penelitiannya, Piaget mengemukakan ada empat tahap perkembangan kognitif dari
setiap individu yang berkembang secara kronologis :
·
Periode
sensorimotor (usia 0–2 tahun)
·
Periode
praoperasional (usia 2–7 tahun)
·
Periode operasional
konkrit (usia 7–11 tahun)
·
Periode operasional
formal (usia 11 tahun sampai dewasa)
2.
Perkembangan
Kognitif
a. Periode sensorimotor
Menurut
Piaget, bayi
lahir dengan sejumlah refleks bawaan selain juga
dorongan untuk mengeksplorasi dunianya. Skema awalnya dibentuk melalui
diferensiasi refleks bawaan tersebut. Periode sensorimotor adalah
periode pertama dari empat periode. Piaget berpendapat bahwa tahapan ini
menandai perkembangan kemampuan dan pemahaman spatial penting dalam enam
sub-tahapan:
- Sub-tahapan skema refleks, muncul saat lahir sampai usia enam minggu dan berhubungan terutama dengan refleks.
- Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer, dari usia enam minggu sampai empat bulan dan berhubungan terutama dengan munculnya kebiasaan-kebiasaan.
- Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara usia empat sampai sembilan bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi antara penglihatan dan pemaknaan.
- Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul dari usia sembilan sampai duabelas bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk melihat objek sebagai sesuatu yang permanen walau kelihatannya berbeda kalau dilihat dari sudut berbeda (permanensi objek).
- Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier, muncul dalam usia dua belas sampai delapan belas bulan dan berhubungan terutama dengan penemuan cara-cara baru untuk mencapai tujuan.
- Sub-tahapan awal representasi simbolik, berhubungan terutama dengan tahapan awal kreativitas.
Bagi anak yang
berada pada tahap ini, pengalaman diperoleh melalui fisik (gerakan anggota
tubuh) dan sensori (koordinasi alat indra)
Pada mulanya
pengalaman itu bersatu dengan dirinya, ini berarti bahwa suatu objek itu
ada bila ada pada penglihatannya. Perkembangan selanjutnya ia mulai berusaha
untuk mencari objek yang asalnya terlihat kemudian menghiang dari pandangannya,
asal perpindahanya terlihat. Akhir dari tahap ini ia mulai mencari objek yang
hilang bila benda tersebut tidak terlihat perpindahannya. Objek mulai terpisah
dari dirinya dan bersamaan dengan itu konsep objek dalam struktur kognitifnya
pun mulai dikatakan matang. Ia mulai mampu untuk melambungkan objek fisik
ke dalam symbol-simbol, misalnya mulai bisa berbicara meniru suara kendaraan,
suara binatang, dll.
Kesimpulan pada tahap ini adalah :
Bayi lahir dengan refleks bawaan, skema dimodifikasi dan digabungkan untuk
membentuk tingkah laku yang lebih kompleks. Pada masa kanak-kanak ini, anak
beum mempunyai konsepsi tentang objek yang tetap. Ia hanya dapat mengetahui
hal-hal yang ditangkap dengan indranya.
b. Tahapan praoperasional
Tahapan ini merupakan tahapan kedua dari empat tahapan.
Dengan mengamati urutan permainan, Piaget bisa menunjukkan bahwa setelah akhir
usia dua tahun jenis yang secara kualitatif baru dari fungsi psikologis
muncul. Pemikiran (Pra)Operasi dalam teori Piaget adalah prosedur
melakukan tindakan secara mental terhadap objek-objek. Ciri dari tahapan ini
adalah operasi mental yang jarang dan secara logika tidak memadai. Dalam
tahapan ini, anak belajar
menggunakan dan merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata-kata.
Pemikirannya masih bersifat egosentris: anak kesulitan untuk melihat dari sudut
pandang orang lain. Anak dapat mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri,
seperti mengumpulkan semua benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau
mengumpulkan semua benda bulat walau warnanya berbeda-beda.
Menurut Piaget, tahapan pra-operasional mengikuti tahapan
sensorimotor dan muncul antara usia dua sampai enam tahun. Dalam tahapan ini,
anak mengembangkan keterampilan berbahasanya. Mereka mulai merepresentasikan benda-benda
dengan kata-kata dan gambar. Bagaimanapun, mereka masih menggunakan penalaran
intuitif bukan logis. Di permulaan tahapan ini, mereka cenderung egosentris,
yaitu, mereka tidak dapat memahami tempatnya di dunia dan bagaimana hal
tersebut berhubungan satu sama lain. Mereka kesulitan memahami bagaimana
perasaan dari orang di sekitarnya. Tetapi seiring pendewasaan, kemampuan untuk
memahami perspektif orang lain semakin baik. Anak memiliki pikiran yang sangat
imajinatif di saat ini dan menganggap setiap benda yang tidak hidup pun
memiliki perasaan.
Kesimpulan pada tahap ini adalah : Anak mulai
timbul pertumbuhan kognitifnya, tetapi masih terbatas pada hal-hal yang dapat
dijumpai (dilihat) di dalam lingkungannya saja.
c. Tahapan operasional konkrit
Tahapan ini adalah tahapan ketiga dari empat tahapan. Muncul antara usia
enam sampai duabelas tahun dan mempunyai ciri berupa penggunaan logika yang
memadai. Proses-proses penting selama tahapan ini adalah:
Pengurutan—kemampuan untuk mengurutan objek menurut ukuran,
bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka
dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling kecil.
Klasifikasi—kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi
serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain,
termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya
ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa
animisme
(anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan)
Decentering—anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari
suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan
lagi menganggap cangkir lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding
cangkir kecil yang tinggi.
Reversibility—anak mulai memahami bahwa jumlah atau
benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak
dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4,
jumlah sebelumnya.
Konservasi—memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah
benda-benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek
atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi cangkir yang
seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas
lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi
cangkir lain.
Penghilangan sifat Egosentrisme—kemampuan untuk melihat sesuatu
dari sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara
yang salah). Sebagai contoh, tunjukkan komik yang memperlihatkan Siti menyimpan
boneka di dalam kotak, lalu meninggalkan ruangan, kemudian Ujang memindahkan boneka
itu ke dalam laci, setelah itu baru Siti kembali ke ruangan. Anak dalam tahap
operasi konkrit akan mengatakan bahwa Siti akan tetap menganggap boneka itu ada
di dalam kotak walau anak itu tahu bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke dalam
laci oleh Ujang.
Kesimpulan pada tahap ini adalah
: Anak telah dapat mengetahui symbol-simbol matematis, tetapi belum
dapatt menghadapi hal-hal yang abstrak (tak berwujud).
d. Tahapan operasional formal
Tahap operasional formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif
dalam teori Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia sebelas tahun (saat
pubertas)
dan terus berlanjut sampai dewasa. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya
kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik
kesimpulan dari informasi yang tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang dapat
memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan nilai. Ia tidak melihat segala
sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih, namun ada "gradasi
abu-abu" di antaranya. Dilihat dari faktor biologis,
tahapan ini muncul saat pubertas (saat terjadi berbagai perubahan besar
lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis,
kognitif, penalaran moral,
perkembangan psikoseksual, dan perkembangan sosial. Beberapa orang tidak sepenuhnya
mencapai perkembangan sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai
keterampilan berpikir sebagai seorang dewasa dan tetap menggunakan penalaran
dari tahap operasional konkrit.
Kesimpulan pada tahap ini adalah
: Pada tahap operasional formal, anak-anak sudah mampu memahami bentuk
argumen dan tidak dibingungkan oleh isi argument (karena itu disebut
operasional formal).
Tahap ini mengartikan bahwa anak-anak telah memasuki tahap baru dalam
logika orang dewasa, yaitu mampu melakukan penalaran abstrak. Sama halnya
dengan penalaran abstrak sistematis, operasi-operasi formal memungkinkan
berkembangnya system nilai dan ideal, serta pemahaman untuk masalah-masalah
filosofis.
Keempat tahapan ini memiliki
ciri-ciri sebagai berikut:
·
Walau tahapan-tahapan itu bisa
dicapai dalam usia bervariasi tetapi urutannya selalu sama. Tidak ada ada
tahapan yang diloncati dan tidak ada urutan yang mundur.
·
Universal (tidak terkait budaya)
·
Bisa digeneralisasi: representasi
dan logika dari operasi yang ada dalam diri seseorang berlaku juga pada semua
konsep dan isi pengetahuan
·
Tahapan-tahapan tersebut berupa
keseluruhan yang terorganisasi secara logis
·
Urutan tahapan bersifat hirarkis
(setiap tahapan mencakup elemen-elemen dari tahapan sebelumnya, tapi lebih
terdiferensiasi dan terintegrasi)
·
Tahapan merepresentasikan perbedaan
secara kualitatif dalam model berpikir, bukan hanya perbedaan kuantitatif
3.
Penerapan
Teori Piaget Di kelas
Secara terinci
dibawah ini adalah penerapan teori Piaget terhadap pendidikan di kelas :
1. Karena cara berpikir anak itu berbeda-beda dan kurang logis
di banding dengan orang dewasa, maka guru harus dapat mengerti cara berpikir
anak, bukan sebaliknya anak yang beradaptasi dengan guru.
2. Anak belajar paling baik dengan menemukan (discovery).
Arrtinya disini adalah agar pembelajaran yang berpusat pada anak berlangsung
efektif, guru tidak meninggalkan anak-anak belajar sendiri, tetapi mereka
memberi tugas khusus yang dirancang untuk membimbing para siswa menemukan dan
menyelesaikan masalah sendiri.
3. Pendidikan disini bertujuan untuk mengembangkan pemikiran
anak, artinya ketika anak-anak mencoba memecahkan masalah, penalaran
merekalah yang lebih penting daripada jawabannya. Oleh sebab itu guru penting
sekali agar tidak menghukum anak-anak untuk jawaban yang salah, tetapi sebaliknya
menanyakan bagaimana anak itu memberi jawaban yang salah, dan diberi pengertian
tentang kebenarannya atau mengambil langkah-langkah yang tepat untuk untuk
menanggulanginya.
4. Guru dapat menemukan menemukan dan menetapkan
tujun pembelajaran materi pelajaran atau pokok bahasan pengajaran tertentu.
D.
Teori Belajar Sosial Menurut Albert Bandura
Albert Bandura
sangat terkenal dengan teori pembelajaran social (Social Learning Teory) salah
satu konsep dalam aliran behaviorisme yang menekankan pada komponen kognitif
dari fikiran, pemahaman dan evaluasi. Ia seorang psikologi yang terkenal dengan
teori belajar social atau kognitif social serta efikasi diri. Eksperimen yang
sangat terkenal adalah eksperimen Bobo Doll yang menunjukkan anak – anak meniru
seperti perilaku agresif dari orang dewasa disekitarnya.
Teori belajar Albert Bandura
adalah teori belajar social atau kognitif social serta efikasi diri yang
menunjukkan pentingnya proses mengamati dan meniru perilaku, sikap dan emosi
orang lain. Teori Bandura menjelaskan perilaku manusia dalam konteks interaksi
tingkah laku timbale balik yang berkesinambungan antara kognitine perilaku dan
pengaruh lingkungan.
Teori kognitif sosial (social cognitive theory)
yang dikemukakan oleh Albert Bandura menyatakan bahwa faktor sosial dan kognitif serta
factor
pelaku
memainkan peran
penting
dalam pembelajaran. Faktor kognitif berupa ekspektasi/ penerimaan siswa untuk meraih keberhasilan,
factor social mencakup pengamatan siswa terhadap perilaku orangtuanya. Albert Bandura merupakan salah satu
perancang teori kognitif social. Menurut
Bandura
ketika
siswa belajar
mereka dapat merepresentasikan
atau mentrasformasi pengalaman mereka
secara kognitif. Bandura mengembangkan model deterministic resipkoral yang terdiri dari tiga faktor utama yaitu perilaku,
person/kognitif dan lingkungan. Faktor ini bisa saling berinteraksi dalam proses pembelajaran. Faktor
lingkungan mempengaruhi
perilaku, perilaku
mempengaruhi lingkungan, faktor person/kognitif mempengaruhi perilaku. Faktor person Bandura tak
punya kecenderungan kognitif terutama pembawaan personalitas dan temperamen. Faktor kognitif mencakup ekspektasi, keyakinan, strategi pemikiran dan kecerdasan.
Teori Kognitif Sosial (Social Cognitive Theory) merupakan
penamaan baru dari Teori Belajar Sosial
(Social Learning Theory)
yang dikembangkan oleh Albert Bandura.
Penamaan baru dengan nama Teori Kognitif Sosial ini dilakukan pada tahun 1970-an dan 1980-an.
a.
Teori Pembelajaran Sosial
Teori Pembelajaran
Sosial merupakan perluasan dari teori belajar perilaku yang tradisional
(behavioristik)1. Teori pembelajaran social ini dikembangkan oleh
Albert Bandura (1986). Teori ini menerima sebagian besar dari prinsip – prinsip
teori – teori belajar perilaku, tetapi memberikan lebih banyak penekanan pada
kesan dan isyarat – isyarat perubahan perilaku, dan pada proses – proses mental
internal. Jadi dalam teori pembelajaran social kita akan menggunakan penjelasan
– penjelasan reinforcement eksternal dan penjelasan – penjelasan kognitif
internal untuk memahami bagaimana belajar dari orang lain. Dalam pandangan
belajar social “ manusia “ itu tidak didorong oleh kekuatan – kekuatan dari
dalam dan juga tidak dipengaruhi oleh stimulus – stimulus lingkungan.
Teori belajar
social menekankan bahwa lingkungan – lingkungan yang dihadapkan pada seseorang
secara kebetulan ; lingkungan – lingkungan itu kerap kali dipilih dan diubah
oleh orang itu melalui perilakunya sendiri. Menurut Bandura, sebagaimana
dikutip oleh (Kard,S,1997:14) bahwa “sebagian besar manusia belajar melalui
pengamatan secara selektif dan mengingat tingkah laku orang lain”. Inti dari
pembelajaran social adalah pemodelan (modelling), dan pemodelan ini merupakan
salah satu langkah paling penting dalam pembelajaran terpadu.
Ada dua jenis pembelajaran
melalui pengamatan ,Pertama. Pembelajaran melalui pengamatan dapat terjadi
melalui kondisi yang dialami orang lain,Contohnya : seorang pelajar melihat
temannya dipuji dan ditegur oleh gurunya karena perbuatannya, maka ia kemudian
meniru melakukan perbuatan lain yang tujuannya sama ingin dipuji oleh gurunya.
Kejadian ini merupakan contoh dari penguatan melalui pujian yang dialami orang
lain. Kedua, pembelajaran melalui pengamatan meniru perilaku model meskipun
model itu tidak mendapatkan penguatan positif atau penguatan negatif saat
mengamati itu sedang memperhatikan model itu mendemonstrasikan sesuatu yang
ingin dipelajari oleh pengamat tersebut dan mengharapkan mendapat pujian atau
penguatan apabila menguasai secara tuntas apa yang dipelajari itu. Model tidak
harus diperagakan oleh seseorang secara langsung, tetapi kita dapat juga
menggunakan seseorang pemeran atau visualisasi tiruan sebagai model (Nur,
M,1998.a:4).
b.
Teori Peniruan (Modelling)
Menurut Bandura,
sebagian besar tingkah laku manusia dipelajari melalui peniruan maupun
penyajian, contoh tingkah laku ( modeling ). Dalam hal ini orang tua dan guru
memainkan peranan penting sebagai seorang model atau tokoh bagi anak – anak
untuk menirukan tingkah laku membaca.
Menurut
Bandura, perlakuan seseorang adalah hasil interaksi faktor dalam diri(kognitif)
dan lingkungan. pandangan ini menjelaskan, beliau telah mengemukakan teori
pembelajaran peniruan, dalam teori ini beliau telah menjalankan kajian bersama
Walter (1963) terhadap perlakuan anak-anak apabila mereka menonton orang dewasa
memukul, mengetuk dengan palu besi dan menumbuk sambil menjerit-jerit dalam
video. Setelah menonton video anak-anak ini diarah bermain di kamar permainan
dan terdapat patung seperti yang ditayangkan dalam video. Setelah anak-anak
tersebut melihat patung tersebut,mereka meniru aksi-aksi yang dilakukan oleh
orang yang mereka tonton dalam video.
Berdasarkan
teori ini terdapat beberapa cara peniruan yaitu meniru secara langsung.
Contohnya guru membuat demostrasi cara membuat kapal terbang kertas dan pelajar meniru secara langsung. Seterusnya
proses peniruan melalui contoh tingkah laku. Contohnya anak-anak meniru
tingkah laku bersorak dilapangan, jadi tingkah laku bersorak merupakan contoh
perilaku di lapangan. Keadaan sebaliknya jika anak-anak bersorak di dalam kelas
sewaktu guru mengajar,semestinya guru akan memarahi dan memberi tahu
tingkahlaku yang dilakukan tidak dibenarkan dalam keadaan tersebut, jadi
tingkah laku tersebut menjadi contoh perilaku dalam situasi tersebut. Proses
peniruan yang seterusnya ialah elisitasi. Proses ini timbul
apabila seseorang melihat perubahan pada orang lain. Contohnya seorang
anak-anak melihat temannya melukis bunga dan timbul keinginan dalam diri
anak-anak tersebut untuk melukis bunga. Oleh karena itu, peniruan berlaku
apabila anak-anak tersebut melihat temannya melukis bunga.
c.
Unsur Utama dalam Peniruan (Proses Modeling/Permodelan)
Menurut
teori belajar social, perbuatan melihat saja menggunakan gambaran kognitif dari
tindakan, secara rinci dasar kognitif dalam proses belajar dapat diringkas
dalam 4 tahap , yaitu : perhatian / atensi, mengingat / retensi, reproduksi
gerak , dan motivasi.
·
Perhatian (’Attention’)
Subjek harus memperhatikan tingkah laku model untuk dapat
mempelajarinya. Subjek memberi perhatian tertuju kepada nilai, harga diri,
sikap, dan lain-lain yang dimiliki. Contohnya, seorang pemain musik yang tidak
percaya diri mungkin meniru tingkah laku pemain music terkenal sehingga tidak
menunjukkan gayanya sendiri. Bandura & Walters(1963) dalam buku mereka
“Sosial Learning & Personality Development”menekankan bahwa hanya dengan
memperhatikan orang lain pembelajaran dapat dipelajari.
·
Mengingat (’Retention’)
Subjek yang memperhatikan harus merekam peristiwa itu
dalam sistem ingatannya. Ini membolehkan subjek melakukan peristiwa itu kelak
bila diperlukan atau diingini. Kemampuan
untuk menyimpan informasi juga merupakan bagian penting dari proses belajar.
·
Reproduksi gerak (’Reproduction’)
Setelah mengetahui atau mempelajari sesuatu tingkahlaku, subjek
juga dapat menunjukkan kemampuannya atau menghasilkan apa yang disimpan dalam
bentuk tingkah laku. Contohnya, mengendarai mobil, bermain tenis. Jadi setelah subyek memperhatikan model dan menyimpan informasi,
sekarang saatnya untuk benar-benar melakukan perilaku yang diamatinya. Praktek
lebih lanjut dari perilaku yang dipelajari mengarah pada kemajuan perbaikan dan
keterampilan.
·
Motivasi
Motivasi juga penting dalam pemodelan Albert Bandura
karena ia adalah penggerak individu untuk terus melakukan sesuatu.Jadi subyek harus termotivasi untuk meniru perilaku yang
telah dimodelkan.
d.
Ciri – ciri teori Pemodelan Bandura
1. Unsur pembelajaran utama ialah pemerhatian dan peniruan
2.
Tingkah laku model
boleh dipelajari melalui bahasa, teladan, nilai dan lain-lain
3.
Pelajar meniru
suatu kemampuan dari kecakapan yang didemonstrasikan guru sebagai model
4.
Pelajar memperoleh
kemampuan jika memperoleh kepuasan dan penguatan yang positif
5.
Proses pembelajaran
meliputi perhatian, mengingat, peniruan, dengan tingkah laku atau timbal balik
yang sesuai, diakhiri dengan penguatan yang positif
e.
Aplikasi teori terhadap proses pembelajaran
Hal-hal yang harus
diperhatikan dalam menerapkan teori belajar sosial adalah ciri-ciri kuat yang
mendasarinya yaitu:
o Mementingkan pengaruh lingkungan
o Mementingkan bagian-bagian
o Mementingkan peranan reaksi
o Mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar melalui
prosedur stimulus respon
o Mementingkan peranan kemampuan yang sudah terbentuk
sebelumnya
o Mementingkan pembentukan kebiasaan melalui latihan dan
pengulangan
o Hasil belajar yang dicapai adalah munculnya perilaku yang
diinginkan.
Guru
tidak banyak memberi ceramah, tetapi instruksi singkat yng diikuti contoh-contoh
baik dilakukan sendiri maupun melalui simulasi. Bahan pelajaran disusun secara
hierarki dari yang sederhana samapi pada yang kompleks.
Tujuan
pembelajaran dibagi dalam bagian kecil yang ditandai dengan pencapaian suatu
ketrampilan tertentu. Pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur
dan diamati. Kesalahan harus segera diperbaiki. Pengulangan dan latihan
digunakan supaya perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan. Hasil yang
diharapkan dari penerapan teori behavioristik ini adalah tebentuknya suatu
perilaku yang diinginkan. Perilaku yang diinginkan mendapat penguatan positif
dan perilaku yang kurang sesuai mendapat penghargaan negatif. Evaluasi atau
penilaian didasari atas perilaku yang tampak.
f.
Kelemahan Teori Albert Bandura
Teori
pembelajaran Sosial Bandura sangat sesuai jika diklasifikasikan dalam teori
behavioristik. Ini karena, teknik pemodelan Albert Bandura adalah mengenai
peniruan tingkah laku dan adakalanya cara peniruan tersebut memerlukan
pengulangan dalam mendalami sesuatu yang ditiru.
Selain
itu juga, jika manusia belajar atau membentuk tingkah lakunya dengan hanya
melalui peniruan ( modeling ), sudah pasti terdapat sebagian individu yang
menggunakan teknik peniruan ini juga akan meniru tingkah laku yang negative ,
termasuk perlakuan yang tidak diterima dalam masyarakat.
g.
Kelebihan Teori Albert Bandura
Teori
Albert Bandura lebih lengkap dibandingkan teori belajar sebelumnya , karena itu
menekankan bahwa lingkungan dan perilaku seseorang dihubungkan melalui system
kognitif orang tersebut. Bandura memandang tingkah laku manusia bukan semata –
mata reflex atas stimulus ( S-R bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul
akibat interaksi antara lingkungan dengan kognitif manusia itu sendiri.
Pendekatan
teori belajar social lebih ditekankan pada perlunya conditioning ( pembiasan
merespon ) dan imitation ( peniruan ). Selain itu pendekatan belajar social
menekankan pentingnya penelitian empiris dalam mempelajari perkembangan anak –
anak. Penelitian ini berfokus pada proses yang menjelaskan perkembangan anak –
anak, faktor social dan kognitif.
E.
Teori Belajar Orang Dewasa Menurut Edward C. Linderman
Ada aliran
inkuiri yang merupakan landasan teori belajar dan mengajar orang dewasa yaitu :
“scientific stream” dan “artistic atau intuitive/reflective stream”. Aliran
“scientific stream” adalah menggali atau menemukan teori baru tentang belajar
orang dewasa melalui penelitian dan eksperimen . Teori ini diperkenalkan oleh
Edward L. Thorndike dengan pubilkasinya “ Adult Learning”, pada tahun 1928.
Pada aliran artistic, teori baru ditemukan melalui instuisi dan analisis pengalaman yang memberikan perhatian tentang bagaimana orang dewasa belajar. Aliran ini diperkenalkan oleh Edward C. Lindeman dalam penerbitannya “ The Meaning of Adult Education” pada tahun 1926 yang sangat dipengaruhi oleh filsafat pendidikan John Dewey.
Pada aliran artistic, teori baru ditemukan melalui instuisi dan analisis pengalaman yang memberikan perhatian tentang bagaimana orang dewasa belajar. Aliran ini diperkenalkan oleh Edward C. Lindeman dalam penerbitannya “ The Meaning of Adult Education” pada tahun 1926 yang sangat dipengaruhi oleh filsafat pendidikan John Dewey.
Menurutnya
sumber yang paling berguna dalam pendidikan orang dewasa adalah pengalaman
peserta didik. Dari hasil penelitian, Linderman mengidentifikasi beberapa asumsi
tentang pembelajar orang dewasa yang dijadikan fondasi teori belajar orang
dewasa yaitu sebagai berikut :
a. pembelajar orang dewasa akan termotivasi untuk belajar
karena kebutuhan dan minat dimana belajar akan memberikan kepuasan
b. orientasi pembelajar orang dewasa adalah berpusat pada
kehidupan, sehingga unit-unit pembelajar sebaiknya adalah kehidupan nyata (penerapan)
bukan subject matter.
c. Pengalaman adalah sumber terkaya bagi pembelajar orang
dewasa, sehingga metode pembelajaran adalah analisa pengalaman (experiential
learning).
4) Pembelajaran orang dewasa mempunyai kebutuhan yang mendalam untuk mengarahkan diri sendiri (self directed learning), sehingga peran guru sebagai instruktur.
4) Pembelajaran orang dewasa mempunyai kebutuhan yang mendalam untuk mengarahkan diri sendiri (self directed learning), sehingga peran guru sebagai instruktur.
d. Perbedaan diantara pembelajar orang dewasa semakin meningkat
dengan bertambahnya usia, oleh karena itu pendidikan orang dewasa harus memberi
pilihan dalam hal perbedaan gaya belajar, waktu, tempat dan kecepatan belajar.
Carl R Rogers (1951) mengajukan konsep pembelajaran yaitu “
Student-Centered Learning” yang intinya yaitu :
ü
kita tidak bisa
mengajar orang lain tetapi kita hanya bisa menfasilitasi belajarnya.
ü
Seseorang akan
belajar secarasignifikan hanya pada hal-hal yang dapat memperkuat/menumbuhkan
“self”nya
ü
Manusia tidak bisa
belajar kalau berada dibawah tekanan
ü
Pendidikan akan
membelajarkan peserta didik secara signifkan bila tidak ada tekanan terhadap
peserta didik, dan adanya perbedaan persepsi/pendapat difasilitasi/diakomodir
Peserta didik orang dewasa menurut konsep pendidikan adalah :
Peserta didik orang dewasa menurut konsep pendidikan adalah :
ü
meraka yang
berperilaku sebagai orang dewasa, yaitu orang yang melaksanakan peran sebagai
orang dewasa
ü
meraka yang
mempunyai konsep diri sebagai orang dewasa
Andragogi mulai digunakan di Netherlands oleh professor T.T
Ten have pada tahun 1954 dan pada tahun 1959 ia menerbitkan garis-garis besar
“Science of Andragogy”. Model andragogi mempunyai konsep bahwa : kebutuhan untuk
tahu (The need to know), konsep diri pembelajar ( the learner’s concept),peran
pengalaman pembelajar (the role of the leaner’s experience), kesiapan belajar (
readiness to learn), orientasi belajar (orientation of learning) dan motivasi
lebih banyak ditentukan dari dalam diri si pembelajar itu sendiri.
Didalam pembelajaran orang dewasa tidak sepenuhnya harus menggunakan model andragogi, tetapi bisa digabung model pedagogi. Jika pembelajarnya belum mengetahui atau sangat asing dengan materi yang disampaikan tentunya kita bisa menggunakan model pedagogi pada awal-awal pertemuan untuk mengkonstruksi pengalaman dengan pengetahuan yang baru didapatkan, selanjutnya bisa digunakan model andragogi sebagai penguatan dan pengembangan.
Didalam pembelajaran orang dewasa tidak sepenuhnya harus menggunakan model andragogi, tetapi bisa digabung model pedagogi. Jika pembelajarnya belum mengetahui atau sangat asing dengan materi yang disampaikan tentunya kita bisa menggunakan model pedagogi pada awal-awal pertemuan untuk mengkonstruksi pengalaman dengan pengetahuan yang baru didapatkan, selanjutnya bisa digunakan model andragogi sebagai penguatan dan pengembangan.
Bab III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Daftar Pustaka
Tim Penyusun Buku Psikologi Pendidikan. 2006. Psikologi
Pendidikan. Yogyakarta: FIP.
Tim Penyusun Buku Psikologi Pendidikan. 2006. Psikologi
Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.
http://asnaldi.multiply.com/journal/item/5
Piaget, J. (1995). Sociological Studies.
London: Routledge.
Piaget, J. (2000). "Commentary on
Vygotsky". New Ideas in Psychology, 18, 241–259.
Piaget, J. (2001). Studies in Reflecting
Abstraction. Hove, UK: Psychology Press.
Santrok, John W.
2002. Life Span Development: Perkembangan Masa
Hidup, Edisi 5 Jilid 1. Jakarta:
Erlangga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar